MAKALAH
BROKEN HOME
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Pada masa ini adalah remaja mencari jati diri. Pencaharian jati diri merupakan proses dari perkembangan pribadi anak. Menurut Erickson (dalam Kartini kartono, 2003 : 8) “Masa remaja merupakan masa pencaharian suatu identitas menuju kedewasaan”. Untuk membantu remaja pada masa transisi ini yang sangat berperan disini adalah keluarga, seperti diungkapkan Satiadarma (2001 : 121) “Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar berinteraksi sosial”. Jadi disini keluargalah yang bertanggung jawab dalam perkembangan sosial anak. Pada hakekatnya keluargalah wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak remaja yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya, selain sebagai pembentukan masing-masing anggota terutama anak peranan terpenting dalam keluarga memenuhi kebutuhan anak baik kebutuhan fisik maupun psikis. Maslow (dalam Syamsu Yusuf, 2001 : 38) “Tahap perkembangan psikologi dalam kehidupan seseorang individu dan itu semua bergantung pengalaman dalam keluarga”. Jadi dari keluargalah semua itu berasal, kalau anak remaja dibesarkan dari keluarga yang utuh / tidak broken home maka perkembangan anaknya akan mengarah kearah yang baik atau sebaliknya, menurut Kartini Kartono (2003 : 57) “Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak”. Lalu bagaimana perkembangan remaja yang berada dalam keluarga yang broken home? Dan bagaimana pula dampaknya bagi perkembangan remaja? Maka didalam makalah ini penulis akan mencoba menguraikannya.
1.2 Tujuan penulisan
Didalam penulisan makalah ini bertujuan supaya orang tua lebih memperhatikan perkembangan anak dan tidak hanya mementingkan egonya masing-masing seperti berpisah atau bercerai, karena sikap orang tua itu sangat berpengaruh pada perkembangan anak terutama remaja. Menuurut Kartini Kartono (1986 : 45) “Sikap dan prilaku orang tua dalam hubungan dengan anak-anak mempengaruhi setiap pertumbuhan dan perkembangan.
1.3 Sistematika Penulisan
Makalah ini berisikan empat bab. Bab yang pertama yaitu pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab yang kedua yaitu pembahasan tentang pengetian keluarga, fungsi keluarga, penyebab keluarga broken home, dan bab yang ketiga berisi pengertian remaja. Pengertian perkembangan dan tugas-tugas perkembangan serta dampak keluarga broken home terhadap perkembangan remaja sedangkan pada bab keempat adalah penutup yang mencakup kesimpulan dan saran
1.4 Manfaat Penulisan
Dalam pembuatan makalah kali ini diharapkan untuk semua elemen masyarakat menyadari bahwa bahaya dari sifat broken home itu sendiri agar anggota keluarga kita tidak terkena atau terpengaruh dari sifat itu. Oleh karena itu diharapkan agar semua masyarakat memperhatiakan satu sama lain antara anggota keluarga jika ingin keluarga kita sendiri lepas atau tidak berhubungan sekali dengan yang namanya broken home.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan Keluarga
Keluarga berarti nuclear family yaitu terdiri dari ayah, ibu dan anak, ayah dan ibu secara ideal tidak terpisahkan tetapi bahu-membahu dalam melaksanakan tanggung jawab. Menurut Sayekti Pujosowarno (1994 : 11) : Keluarga merupakan sesuatu persetujuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seseorang laki-laki, perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam rumah tangga.
Adapun menurut Bustaman (2001 : 89) : Keluarga adalah kelompok-kelompok orang yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan perakwinan darah atau adonpsi yang membantuk satu sama lain dan berikatan dengan melalui peran-peran tersendiri sebagai anggota keluarga dan pertahanan kebudayaan masyarakat yang berlaku dan menciptakan kebudayaan itu sendiri
Pengetian lain juga dikemukakan oleh Siti Meichati (dalam sayekti pujosuwarno, 1994 : 54), Keluarga adalah suatu ikatan sehuluan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seseorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak baik anak sendiri/adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Sedangkan menurut soerjono soekanto (1992: 1) “Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri dari suami, istri beserta anak-anaknya”. Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang merupakan pondasi pertama bagi perkembangan anak untuk selanjutnya. Menurut Kartini Kartono (2003 : 57) “keluarga merupakan unit sosial terkecil yang meberikan pondasi primer bagi perkembangan anak”. Jadi, dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang dilikat dengan tali perkawinan yang terdiri atas ayah, ibu dan anak
2.2 Keluarga Harmonis
Agar remaja dan anak mengalami perkembangan yang baik, yaitu berkembang dengan prinsip-prinsip perkembangan, sebaiknya remaja dan anak diperhatikan dilingkungan keluarga yang harmonis. Pengertian keluarga harmonis dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut. Menurut Mahfudi (1995 : 48). Keluarga harmonis adalah hidup bahagia didalam ikatan cinta, kasih suami istri yang didasari oleh kerelaan, keselarasan hidup dalam ketenangan lahir dan batin karena merasa cukup puas atas segala sesuatu yang ada. Seiring dengan itu Singgih D. Gunawa (1995 : 20), menyatakan bahwa : “Keluarga bahagia adalah bila mana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekacauan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya. Jadi keluarga harimonis adalah keluarga yang bahagia yang ditandai dengan hidup tentram jauh dari kehancuran.
2.3 Fungsi Keluarga
1. Fungsi Pendidikan
Pendidikan dapat dilaksanakan dalam lingkungan tertentu seperti dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang paling utama karena anak mengenal pendidikan. Adapun menurut Sayekti Pujosuwarno (1994 : 19) jika orang tuanya hidup rukun dan damai maka akan dapat membantu anak-anak yang baik tetapi sebaliknya, keluarga yang berantakan orang tua hidup tidak tentram, suram, kacau akan membuat anak hidup kacau dan tidak tentram.
2. Fungsi Sosial
Keluarga merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan anak, keluarga sebagai kelompok diantara para anggota dan disitulah terjadinya proses sosialisasi (Sayekti Pujosowarno, 1994 : 21).
3. Perlindungan dan pemeliharaan
Keluarga juga berfungsi sebagai pelindungan dan pemeliharaan terhadap semua anggota keluarga pelindung terhadap anggota-anggota keluarga meliputi pelindungan dan pemeliharaan terhadap kebutuhan jasmani dan rohani (Sayekti Pujosuwarno, 1994 : 18)
2.4 Arti Broken Home
Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi.Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka Cuma ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi.
Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki – laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman – teman nya yang secara tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak. Maka dari itu mereka berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Tetapi sayang, sebagian dari mereka melakukan cara yang salah misalnya : mencari perhatian guru dengan bertindak brutal di dalam kelas, bertindak aneh agar mendapat perhatian orang lain, dll.
Kalau sudah brutal otomatis bisa salah pergaulan. Lalu mereka mulai melirik yang namanya rokok. Awalnya hanya sekali hisap, lama-lama jadi berkali-kali. Kemudian setelah merokok, mereka mulai mencoba yang namanya narkoba, miras dll. Waduw, sudah semakin kacau aja nih. Kalau sudah seperti itu, siapa yang patut disalahkan ? Orang tua tidak dapat disalahkan sepenuhnya tapi anak juga tidak dapat disalahkan 100%. Kesalahan orang tua adalah mereka terlalu sibuk dengan masalah mereka hingga mereka lupa bahwa mereka memiliki anak yang wajib diperhatikan. Lalu kadang mereka juga menganggap bahwa anak tidak perlu tahu masalah mereka. Padahal setidaknya mereka harus menjelaskan tentang masalah mereka ke anak agar tidak terjadi kesalahpahaman. Lalu untuk si Anak, mari kita berpikir yang logis dan tidak nyleneh.
2.5 Penyebab Broken Home
Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya Broken Home adalah :
1. Terjadinya perceraian,
2. Ketidak dewasaan sikap orang tua yang berkelahi di depan anak-anak,
3. Tidak bertanggung jawabnya orang tua sehingga tidak memikirkan dampak dalam kehidupan anak-anak mereka,
4. Jauh dari tuhan, sehingga masalah-masalah tidak diserahkan kepada tuhan,
5. kehilangan kehangatan dio dalam keluarga antara orang tua dan anak .
Gangguan kejiwaan pada seorang Broken Home :
1. Broken Heart
Si pemuda merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si pemuda tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat keanehan sexual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi simpanan orang, tertarik dengan istri atau suami orang lain dan lain-lain
2. Broken Relation
Si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung “semau gue”.
3. Broken Values
Si pemuda kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. Baginya dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang ”menyenangkan” dan yang ”tidak menyenangkan”, pokoknya apa saja yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya lakukan.
Sikap Negatif dalam menghadapi Broken Home :
1. Denial
Si pemuda sepertinya tidak menunjukan reaksi apa apa bahkan cenderung menyangkal : ah memang mereka begitu, tapi ah, kenapa memang?” mereka tidak tertarik untuk membicarakannya . padahal justru di saat saat seperti ini ia butuh bimbingan dan kekuatan dari
2. Shame
Si pemuda dibalik penyangkalannya merasa begitu malu, akan keberadaan hidupnya. Ditunjukan dengan khayalan khayalan”seandainya saya memiliki orang tua yang bahagia”.
3. Guilt
Si pemuda merasa kecil hati karena jangan-jangan keberadaannya juga salah satu penyebab keributan atau perceraian mereka; atau merasa “koq saya tidak dapat berbuat apa-apa sih”.
4. Anger
Sebagian pemuda lain akan merasa begitu kesal sebab menurut mereka banyak keributan orang tua yang tidak rasional. ”masa Cuma itu aja diributin tidak dewasa benar sih”.
5. Iini Secure
si pemuda merasa kemana ia harus lari, keluarga sudah menjadi tempat yang menakutkan, tidak aman dan damai.
Efek-efek kehidupan seorang Broken Home :
1. Academic Problem, seseorang yang mengalami Broken Home akan menjadi orang yang malas belajar, dan tidak bersemangat serta tidak berprestasi
2. Behavioural Problem, mereka mulai memberontak, kasar, masa bodoh, memiliki kebiasaan merusak, seperti mulai merokok, minum-minuman keras, judi dan lari ketempat pelacuran.
3. Sexual problem, krisis kasih mau coba ditutupi dengan mencukupi kebutuhan hawa nafsu
4. Spiritual problem, mereka kehilangan Father’s figure sehingga tuhan, pendeta atau orang-orang rohani hanya bagian dari sebuah sandiwara kemunafikan
Menghadapi Broken Home dengan positif :
1. Tariklah pelajaran positif dari masalah tersebut
2. Dekatkan pada tuhan
3. Jangan menghakimi semua orang karena keadaan tersebut
4. tetap menjaga diri dan memegang Teguh kebenaran
5. Broken Home bukanlah akhir dunia
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Pada masa ini adalah remaja mencari jati diri. Pencaharian jati diri merupakan proses dari perkembangan pribadi anak. Menurut Erickson (dalam Kartini kartono, 2003 : 8) “Masa remaja merupakan masa pencaharian suatu identitas menuju kedewasaan”. Untuk membantu remaja pada masa transisi ini yang sangat berperan disini adalah keluarga, seperti diungkapkan Satiadarma (2001 : 121) “Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar berinteraksi sosial”. Jadi disini keluargalah yang bertanggung jawab dalam perkembangan sosial anak. Pada hakekatnya keluargalah wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak remaja yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya, selain sebagai pembentukan masing-masing anggota terutama anak peranan terpenting dalam keluarga memenuhi kebutuhan anak baik kebutuhan fisik maupun psikis. Maslow (dalam Syamsu Yusuf, 2001 : 38) “Tahap perkembangan psikologi dalam kehidupan seseorang individu dan itu semua bergantung pengalaman dalam keluarga”. Jadi dari keluargalah semua itu berasal, kalau anak remaja dibesarkan dari keluarga yang utuh / tidak broken home maka perkembangan anaknya akan mengarah kearah yang baik atau sebaliknya, menurut Kartini Kartono (2003 : 57) “Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak”. Lalu bagaimana perkembangan remaja yang berada dalam keluarga yang broken home? Dan bagaimana pula dampaknya bagi perkembangan remaja? Maka didalam makalah ini penulis akan mencoba menguraikannya.
1.2 Tujuan penulisan
Didalam penulisan makalah ini bertujuan supaya orang tua lebih memperhatikan perkembangan anak dan tidak hanya mementingkan egonya masing-masing seperti berpisah atau bercerai, karena sikap orang tua itu sangat berpengaruh pada perkembangan anak terutama remaja. Menuurut Kartini Kartono (1986 : 45) “Sikap dan prilaku orang tua dalam hubungan dengan anak-anak mempengaruhi setiap pertumbuhan dan perkembangan.
1.3 Sistematika Penulisan
Makalah ini berisikan empat bab. Bab yang pertama yaitu pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab yang kedua yaitu pembahasan tentang pengetian keluarga, fungsi keluarga, penyebab keluarga broken home, dan bab yang ketiga berisi pengertian remaja. Pengertian perkembangan dan tugas-tugas perkembangan serta dampak keluarga broken home terhadap perkembangan remaja sedangkan pada bab keempat adalah penutup yang mencakup kesimpulan dan saran
1.4 Manfaat Penulisan
Dalam pembuatan makalah kali ini diharapkan untuk semua elemen masyarakat menyadari bahwa bahaya dari sifat broken home itu sendiri agar anggota keluarga kita tidak terkena atau terpengaruh dari sifat itu. Oleh karena itu diharapkan agar semua masyarakat memperhatiakan satu sama lain antara anggota keluarga jika ingin keluarga kita sendiri lepas atau tidak berhubungan sekali dengan yang namanya broken home.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan Keluarga
Keluarga berarti nuclear family yaitu terdiri dari ayah, ibu dan anak, ayah dan ibu secara ideal tidak terpisahkan tetapi bahu-membahu dalam melaksanakan tanggung jawab. Menurut Sayekti Pujosowarno (1994 : 11) : Keluarga merupakan sesuatu persetujuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seseorang laki-laki, perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam rumah tangga.
Adapun menurut Bustaman (2001 : 89) : Keluarga adalah kelompok-kelompok orang yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan perakwinan darah atau adonpsi yang membantuk satu sama lain dan berikatan dengan melalui peran-peran tersendiri sebagai anggota keluarga dan pertahanan kebudayaan masyarakat yang berlaku dan menciptakan kebudayaan itu sendiri
Pengetian lain juga dikemukakan oleh Siti Meichati (dalam sayekti pujosuwarno, 1994 : 54), Keluarga adalah suatu ikatan sehuluan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seseorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak baik anak sendiri/adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Sedangkan menurut soerjono soekanto (1992: 1) “Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri dari suami, istri beserta anak-anaknya”. Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang merupakan pondasi pertama bagi perkembangan anak untuk selanjutnya. Menurut Kartini Kartono (2003 : 57) “keluarga merupakan unit sosial terkecil yang meberikan pondasi primer bagi perkembangan anak”. Jadi, dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang dilikat dengan tali perkawinan yang terdiri atas ayah, ibu dan anak
2.2 Keluarga Harmonis
Agar remaja dan anak mengalami perkembangan yang baik, yaitu berkembang dengan prinsip-prinsip perkembangan, sebaiknya remaja dan anak diperhatikan dilingkungan keluarga yang harmonis. Pengertian keluarga harmonis dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut. Menurut Mahfudi (1995 : 48). Keluarga harmonis adalah hidup bahagia didalam ikatan cinta, kasih suami istri yang didasari oleh kerelaan, keselarasan hidup dalam ketenangan lahir dan batin karena merasa cukup puas atas segala sesuatu yang ada. Seiring dengan itu Singgih D. Gunawa (1995 : 20), menyatakan bahwa : “Keluarga bahagia adalah bila mana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekacauan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya. Jadi keluarga harimonis adalah keluarga yang bahagia yang ditandai dengan hidup tentram jauh dari kehancuran.
2.3 Fungsi Keluarga
1. Fungsi Pendidikan
Pendidikan dapat dilaksanakan dalam lingkungan tertentu seperti dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang paling utama karena anak mengenal pendidikan. Adapun menurut Sayekti Pujosuwarno (1994 : 19) jika orang tuanya hidup rukun dan damai maka akan dapat membantu anak-anak yang baik tetapi sebaliknya, keluarga yang berantakan orang tua hidup tidak tentram, suram, kacau akan membuat anak hidup kacau dan tidak tentram.
2. Fungsi Sosial
Keluarga merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan anak, keluarga sebagai kelompok diantara para anggota dan disitulah terjadinya proses sosialisasi (Sayekti Pujosowarno, 1994 : 21).
3. Perlindungan dan pemeliharaan
Keluarga juga berfungsi sebagai pelindungan dan pemeliharaan terhadap semua anggota keluarga pelindung terhadap anggota-anggota keluarga meliputi pelindungan dan pemeliharaan terhadap kebutuhan jasmani dan rohani (Sayekti Pujosuwarno, 1994 : 18)
2.4 Arti Broken Home
Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi.Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka Cuma ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi.
Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki – laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman – teman nya yang secara tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak. Maka dari itu mereka berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Tetapi sayang, sebagian dari mereka melakukan cara yang salah misalnya : mencari perhatian guru dengan bertindak brutal di dalam kelas, bertindak aneh agar mendapat perhatian orang lain, dll.
Kalau sudah brutal otomatis bisa salah pergaulan. Lalu mereka mulai melirik yang namanya rokok. Awalnya hanya sekali hisap, lama-lama jadi berkali-kali. Kemudian setelah merokok, mereka mulai mencoba yang namanya narkoba, miras dll. Waduw, sudah semakin kacau aja nih. Kalau sudah seperti itu, siapa yang patut disalahkan ? Orang tua tidak dapat disalahkan sepenuhnya tapi anak juga tidak dapat disalahkan 100%. Kesalahan orang tua adalah mereka terlalu sibuk dengan masalah mereka hingga mereka lupa bahwa mereka memiliki anak yang wajib diperhatikan. Lalu kadang mereka juga menganggap bahwa anak tidak perlu tahu masalah mereka. Padahal setidaknya mereka harus menjelaskan tentang masalah mereka ke anak agar tidak terjadi kesalahpahaman. Lalu untuk si Anak, mari kita berpikir yang logis dan tidak nyleneh.
2.5 Penyebab Broken Home
Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya Broken Home adalah :
1. Terjadinya perceraian,
2. Ketidak dewasaan sikap orang tua yang berkelahi di depan anak-anak,
3. Tidak bertanggung jawabnya orang tua sehingga tidak memikirkan dampak dalam kehidupan anak-anak mereka,
4. Jauh dari tuhan, sehingga masalah-masalah tidak diserahkan kepada tuhan,
5. kehilangan kehangatan dio dalam keluarga antara orang tua dan anak .
Gangguan kejiwaan pada seorang Broken Home :
1. Broken Heart
Si pemuda merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si pemuda tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat keanehan sexual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi simpanan orang, tertarik dengan istri atau suami orang lain dan lain-lain
2. Broken Relation
Si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung “semau gue”.
3. Broken Values
Si pemuda kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. Baginya dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang ”menyenangkan” dan yang ”tidak menyenangkan”, pokoknya apa saja yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya lakukan.
Sikap Negatif dalam menghadapi Broken Home :
1. Denial
Si pemuda sepertinya tidak menunjukan reaksi apa apa bahkan cenderung menyangkal : ah memang mereka begitu, tapi ah, kenapa memang?” mereka tidak tertarik untuk membicarakannya . padahal justru di saat saat seperti ini ia butuh bimbingan dan kekuatan dari
2. Shame
Si pemuda dibalik penyangkalannya merasa begitu malu, akan keberadaan hidupnya. Ditunjukan dengan khayalan khayalan”seandainya saya memiliki orang tua yang bahagia”.
3. Guilt
Si pemuda merasa kecil hati karena jangan-jangan keberadaannya juga salah satu penyebab keributan atau perceraian mereka; atau merasa “koq saya tidak dapat berbuat apa-apa sih”.
4. Anger
Sebagian pemuda lain akan merasa begitu kesal sebab menurut mereka banyak keributan orang tua yang tidak rasional. ”masa Cuma itu aja diributin tidak dewasa benar sih”.
5. Iini Secure
si pemuda merasa kemana ia harus lari, keluarga sudah menjadi tempat yang menakutkan, tidak aman dan damai.
Efek-efek kehidupan seorang Broken Home :
1. Academic Problem, seseorang yang mengalami Broken Home akan menjadi orang yang malas belajar, dan tidak bersemangat serta tidak berprestasi
2. Behavioural Problem, mereka mulai memberontak, kasar, masa bodoh, memiliki kebiasaan merusak, seperti mulai merokok, minum-minuman keras, judi dan lari ketempat pelacuran.
3. Sexual problem, krisis kasih mau coba ditutupi dengan mencukupi kebutuhan hawa nafsu
4. Spiritual problem, mereka kehilangan Father’s figure sehingga tuhan, pendeta atau orang-orang rohani hanya bagian dari sebuah sandiwara kemunafikan
Menghadapi Broken Home dengan positif :
1. Tariklah pelajaran positif dari masalah tersebut
2. Dekatkan pada tuhan
3. Jangan menghakimi semua orang karena keadaan tersebut
4. tetap menjaga diri dan memegang Teguh kebenaran
5. Broken Home bukanlah akhir dunia
PRANATA
INDONESIA
|
BROKEN HOME
|
MAKALAH PANCSILA
|
Hani Hadiyanti
KOMPUTER
AKUNTANSI
|
Istilah "broken home" biasanya digunakan untuk
menggambarkan keluarga yang berantakan akibat ortu kita tak lagi peduli dengan
situasi dan keadaan keluarga di rumah kurangnyaperhatian dari keluarga atau
kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak
menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar
pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak
mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga
dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas
mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka
Cuma ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka.
Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan
yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi baik masalah di rumah,
sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan kita di masyarakat.
- BAGAIMANA dan kapan ITU TRJADI?
Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah
kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki
– laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar
seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan
malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah
tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari
pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman – teman nya yang secara
tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak.
Maka dari itu mereka berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Tetapi sayang, sebagian dari mereka melakukan cara yang salah misalnya : mencari perhatian guru dengan bertindak brutal di dalam kelas, bertindak aneh agar mendapat perhatian orang lain, dll.
Maka dari itu mereka berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Tetapi sayang, sebagian dari mereka melakukan cara yang salah misalnya : mencari perhatian guru dengan bertindak brutal di dalam kelas, bertindak aneh agar mendapat perhatian orang lain, dll.
- AKIBAT YANG DI TIMBULKAN
Kalau sudah brutal otomatis bisa salah pergaulan. Lalu
mereka mulai melirik yang namanya Rokok. Awalnya hanya sekali hisap, lama –
lama jadi berkali-kali. Kemudian setelah merokok, mereka mulai mencoba yang
namanya NARKOBA, MIRAS dll. Waduw, sudah
semakin
kacau aja nih…
Kalau sudah seperti itu, siapa yang patut disalahkan ? Orang tua tidak dapat disalahkan sepenuhnya tapi anak juga tidak dapat disalahkan 100%. Kesalahan orang tua adalah mereka terlalu sibuk dengan masalah mereka hingga mereka lupa bahwa mereka memiliki anak yang wajib diperhatikan. Lalu kadang mereka juga menganggap bahwa anak tidak perlu tahu masalah mereka. Padahal setidaknya mereka harus menjelaskan tentang masalah mereka ke anak agar tidak terjadi kesalahpahaman. Lalu untuk si Anak, mari kita berpikir yang logis dan tidak nyleneh.
Kalau sudah seperti itu, siapa yang patut disalahkan ? Orang tua tidak dapat disalahkan sepenuhnya tapi anak juga tidak dapat disalahkan 100%. Kesalahan orang tua adalah mereka terlalu sibuk dengan masalah mereka hingga mereka lupa bahwa mereka memiliki anak yang wajib diperhatikan. Lalu kadang mereka juga menganggap bahwa anak tidak perlu tahu masalah mereka. Padahal setidaknya mereka harus menjelaskan tentang masalah mereka ke anak agar tidak terjadi kesalahpahaman. Lalu untuk si Anak, mari kita berpikir yang logis dan tidak nyleneh.
- DEPRESI PADA ANAK
Depresi
tidak hanya terjadi pada orang dewasa, anak-anak dan remaja juga bisa mengalami
depresi. Kabar baiknya adalah bahwa depresi merupakan penyakit yang dapat
diobati. Depresi didefinisikan sebagai suatu penyakit ketika perasaan depresi
tersebut bertahan dan mengganggu aktifitas dan kemampuan anak atau remaja
tersebut.
Sekitar 5 persen dari anak-anak dan remaja diyakini pernah mengalami depresi. Anak-anak yang mengalami stress, mengalami kehilangan (orang atau barang atau apapun), anak yang sedang belajar, atau anak yang mengalami gangguan kecemasan berada pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita depresi. Depresi juga cenderung untuk terjadi dalam keluarga.
Perilaku anak-anak dan remaja yang mengalami depresi mungkin berbeda dari perilaku orang dewasa yang depresi. Orangtua sebaiknya berhati-hati dan waspada terhadap tanda-tanda depresi yang mungkin terdapat pada anak-anak mereka.
Sekitar 5 persen dari anak-anak dan remaja diyakini pernah mengalami depresi. Anak-anak yang mengalami stress, mengalami kehilangan (orang atau barang atau apapun), anak yang sedang belajar, atau anak yang mengalami gangguan kecemasan berada pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita depresi. Depresi juga cenderung untuk terjadi dalam keluarga.
Perilaku anak-anak dan remaja yang mengalami depresi mungkin berbeda dari perilaku orang dewasa yang depresi. Orangtua sebaiknya berhati-hati dan waspada terhadap tanda-tanda depresi yang mungkin terdapat pada anak-anak mereka.
Seorang anak yang dulu sering bermain dengan teman-temannya
mungkin sekarang menghabiskan sebagian besar waktunya sendirian saja dan sering
tanpa aktifitas apapun. Aktifitas yang biasanya menyenangkan sekarang hanya
membawa sedikit kegembiraan untuk anak yang mengalami depresi. Anak-anak dan
remaja yang mengalami depresi mungkin mengatakan mereka ingin mati atau mungkin
berbicara tentang bunuh diri. Depresi juga dapat menyebabkan si anak atau
remaja mengkonsumsi minuman keras atau narkoba yang dianggapnya sebagai cara
yang bisa mengatasi depresinya.
- Bunuh Diri di Kalangan Remaja
Berbagai
kejadian atau upaya bunuh diri di kalangan remaja akhir-akhir ini banyak
terjadi. Banyak faktor yang dapat memicu remaja untuk melakukan tindakan bunuh
diri antara lain : depresi, kebingungan,
keraguan diri, tuntutan dari orang tua untuk sukses, masalah keuangan, masalah
hubungan dengan teman, ketakutan ketika tumbuh menjadi dewasa, perceraian orang
tua, dan faktor-faktor lainnya, Bagi beberapa remaja, ide bunuh diri
dapat muncul sebagai solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Jika seorang anak atau remaja berkata, aku ingin bunuh diri,
atau aku akan bunuh diri, orang tua sebaiknya memberikan perhatian yang serius
dan segera melakukan upaya untuk mengatasinya. Orang sering merasa tidak nyaman
ketika berbicara tentang kematian. Namun, ketika orang tua melihat tanda-tanda
depresi pada si anak, segera bicarakan dengan si anak, ada permasalahan apa
yang menimpanya dan cari solusinya. Jika orang tua merasa tidak mampu
mengatasinya sendirian, bawalah ke dokter. Dengan dukungan dari keluarga dan
perawatan yang tepat, anak-anak dan remaja yang depresi dan berkeinginan untuk
bunuh diri dapat disembuhkan dan kembali menjalani aktifitasnya seperti biasa.
- Remaja dan masalah narkoba/miras
Beberapa
remaja dapat terjerumus ke dalam masalah narkoba dan miras karena pengaruh dari
lingkungan pergaulan. Mereka yang memakai selalu mempunyai “kelompok pemakai”.
Awalnya seseorang hanya mencoba-coba karena keluarga atau teman-teman
menggunakannya, namun ada yang kemudian menjadi kebiasaan.
Pada remaja yang “kecewa” dengan
kondisi diri atau keluarganya, sering menjadi lebih suka untuk
mengorbankan apa saja demi hubungan baik dengan teman-teman khususnya. Adanya
“ajakan” atau “tawaran” dari teman serta banyaknya film dan sarana hiburan yang
memberikan contoh “model pergaulan modern” biasanya mendorong mereka kepada
pemakaian secara berkelompok
- KEKERASAN PADA ANAK DALAM RUMAH TANGGA
Ada
beberapa situasi yang menyulitkan orang tua dalam menghadapi anak sehingga
tanpa disadari mengatakan atau melakukan sesuatu yang tanpa disadari dapat
membahayakan atau melukai anak, biasanya tanpa alasan yang jelas. Kejadian
seperti inilah yang disebut penganiayaan terhadap anak. Dalam beberapa laporan
penelitian, penganiayaan terhadap anak dapat meliputi: penyiksaan fisik,
penyiksaan emosi, pelecehan seksual, dan pengabaian.
Faktor-faktor
yang mendukung terjadinya penganiayaan terhadap anak antara lain
immaturitas/ketidakmatangan orang tua, kurangnya pengetahuan bagaimana menjadi
orang tua, harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan dan perilaku anak,
pengalaman negatif masa kecil dari orang tua, isolasi sosial, problem rumah
tangga, serta problem obat-obat terlarang dan alkohol. Ada juga orang tua yang
tidak menyukai peran sebagai orang tua sehingga terlibat pertentangan dengan
pasangan dan tanpa menyadari bayi/anak menjadi sasaran amarah dan kebencian.
Penyiksaan fisik
Penyiksaan fisik
Segala bentuk penyiksaan fisik terjadi ketika orang tua
frustrasi atau marah, kemudian melakukan tindakan-tindakan agresif secara
fisik, dapat berupa cubitan, pukulan, tendangan, menyulut dengan rokok,
membakar, dan tindakan - tindakan lain yang dapat membahayakan anak. Sangat
sulit dibayangkan bagaimana orang tua dapat melukai anaknya. Sering kali
penyiksaan fisik adalah hasil dari hukuman fisik yang bertujuan menegakkan
disiplin, yang tidak sesuai dengan usia anak. Banyak orang tua ingin menjadi
orang tua yang baik, tapi lepas kendali dalam mengatasi perilaku sang anak.
Efek dari penyiksaan fisik
Penyiksaan
yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera
serius terhadap anak, dan meninggalkan bekas baik fisik maupun psikis, anak
menjadi menarik diri, merasa tidak aman, sukar mengembangkan trust kepada orang
lain, perilaku merusak, dll. Dan bila kejadian berulang ini terjadi maka proses
recoverynya membutuhkan waktu yang lebih lama pula.
Penyiksaan
emosi
Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan orang lain. Jika hal ini menjadi pola perilaku maka akan mengganggu proses perkembangan anak selanjutnya. Hal ini dikarenakan konsep diri anak terganggu, selanjutnya anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi. Anak yang terus menerus dipermalukan, dihina, diancam atau ditolak akan menimbulkan penderitaan yang tidak kalah hebatnya dari penderitaan fisik.
Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan orang lain. Jika hal ini menjadi pola perilaku maka akan mengganggu proses perkembangan anak selanjutnya. Hal ini dikarenakan konsep diri anak terganggu, selanjutnya anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi. Anak yang terus menerus dipermalukan, dihina, diancam atau ditolak akan menimbulkan penderitaan yang tidak kalah hebatnya dari penderitaan fisik.
Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah:
Penolakan
Orang tua mengatakan kepada anak bahwa dia tidak diinginkan,
mengusir anak, atau memanggil anak dengan sebutan yang kurang menyenangkan.
Kadang anak menjadi kambing hitam segala problem yang ada dalam keluarga.
Tidak diperhatikan
Orang tua yang mempunyai masalah emosional biasanya tidak
dapat merespon kebutuhan anak-anak mereka. Orang tua jenis ini mengalami
problem kelekatan dengan anak. Mereka menunjukkan sikap tidak tertarik pada
anak, sukar memberi kasih sayang, atau bahkan tidak menyadari akan kehadiran
anaknya. Banyak orang tua yang secara fisik selalu ada disamping anak, tetapi
secara emosi sama sekali tidak memenuhi kebutuhan emosional anak.
Ancaman
Orang tua mengkritik, menghukum atau bahkan mengancam anak.
Dalam jangka panjang keadaan ini mengakibatkan anak terlambat perkembangannya,
atau bahkan terancam kematian.
Pembiaran
Membiarkan anak terlibat penyalahgunaan obat dan alkohol,
berlaku kejam terhadap binatang, melihat tayangan porno, atau terlibat dalam
tindak kejahatan seperti mencuri, berjudi, berbohong, dan sebagainya. Untuk
anak yang lebih kecil, membiarkannya menonton adegan-adegan kekerasan dan tidak
masuk akal di televisi termasuk juga dalam kategori penyiksaan emosi.
Efek dari penyiksaan emosi
Penyiksaan emosi sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena
tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Dengan begitu,
usaha untuk menghentikannya juga tidak mudah. Jenis penyiksaan ini meninggalkan
bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti
kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak
seperti tiba-tiba membakar barang atau bertindak kejam terhadap binatang,
beberapa melakukan agresi, menarik diri, penyalahgunaan obat dan alkohol,
ataupun kecenderungan bunuh diri.
Pelecehan seksual
Pelecehan seksual
Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi dimana anak
terlibat dalam aktivitas seksual dimana anak sama sekali tidak menyadari, dan
tidak mampu mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang
diterimanya.
Semua
tindakan yang melibatkan anak dalam kesenangan seksual masuk dalam kategori
ini:
- Pelecehan seksual tanpa sentuhan. Termasuk di dalamnya jika anak melihat pornografi, atau exhibitionisme, dsb.
- Pelecehan seksual dengan sentuhan. Semua tindakan anak menyentuh organ seksual orang dewasa termasuk dalam kategori ini. Atau adanya penetrasi ke dalam vagina atau anak dengan benda apapun yang tidak mempunyai tujuan medis.
- Eksploitasi seksual. Meliputi semua tindakan yang menyebabkan anak masuk dalam tujuan prostitusi, atau menggunakan anak sebagai model foto atau film porno.
Ada
beberapa indikasi yang patut kita perhatikan berkaitan dengan pelecehan seksual
yang mungkin menimpa anak seperti keluhan sakit atau gatal pada vagina anak,
kesulitan duduk atau berjalan, atau menunjukkan gejala kelainan seksual.
Efek pelecehan seksual
Efek pelecehan seksual
Banyak
sekali pengaruh buruk yang ditimbulkan dari pelecehan seksual. Pada anak yang
masih kecil dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa
takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom
fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll. Pada remaja, mungkin
secara tidak diduga menyulut api, mencuri, melarikan diri dari rumah, mandi
terus menerus, menarik diri dan menjadi pasif, menjadi agresif dengan teman
kelompoknya, prestasi belajar menurun, terlibat kejahatan, penyalahgunaan obat
atau alkohol, dsb.
Pengabaian anak
Pengabaian anak
Pengabaian
terhadap anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala ketiadaan
perhatian yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Pengabaian anak banyak
dilaporkan sebagai kasus terbesar dalam kasus penganiayaan terhadap anak dalam
keluarga.
Jenis-jenis pengabaian anak:
- Pengabaian fisik merupakan kasus terbanyak. Misalnya keterlambatan mencari bantuan medis, pengawasan yang kurang memadai, serta tidak tersedianya kebutuhan akan rasa aman dalam keluarga.
- Pengabaian pendidikan terjadi ketika anak seakan-akan mendapat pendidikan yang sesuai padahal anak tidak dapat berprestasi secara optimal. Lama kelamaan hal ini dapat mengakibatkan prestasi sekolah yang semakin menurun.
- Pengabaian secara emosi dapat terjadi misalnya ketika orang tua tidak menyadari kehadiran anak ketika ´ribut´ dengan pasangannya. Atau orang tua memberikan perlakuan dan kasih sayang yang berbeda diantara anakanaknya.
- Pengabaian fasilitas medis. Hal ini terjadi ketika orang tua gagal menyediakan layanan medis untuk anak meskipun secara finansial memadai. Dalam beberapa kasus orang tua memberi pengobatan tradisional terlebih dahulu, jika belum sembuh barulah kembali ke layanan dokter.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar/kecil dampak yang diderita anak
Disamping segala bentuk penganiayaan yang dialami anak
sebagaimana yang tercantum diatas, ada beberapa hal yang mempunyai andil dalam besar
/ kecilnya dampak yang diderita anak, antara lain:
- Faktor usia anak. Semakin muda usia anak maka akan menimbulkan akibat yang lebih fatal.
- Siapa yang terlibat. Jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tua, ayah atau ibu tiri, atau anggota keluarga maka dampaknya akan lebih parah daripada yang melakukannya orang yang tidak dikenal.
- Seberapa parah. Semakin sering dan semakin buruk perlakuan yang diterima anak akan memperburuk kondisi anak.
- Berapa lama terjadi. Semakin lama kejadian berlangsung akan semakin meninggalkan trauma yang membekas pada diri anak.
- Jika anak mengungkapkan penganiayaan yang dialaminya, dan menerima dukungan dari orang lain atau anggota keluarga yang dapat mencintai, mengasihi dan memperhatikannya maka kejadiannya tidak menjadi lebih parah sebagaimana jika anak justru tidak dipercaya atau disalahkan.
- Tingkatan sosial ekonomi. Anak pada keluarga dengan status sosial ekonomi rendah cenderung lebih merasakan dampak negatif dari penganiayaan anak.
Dalam beberapa kasus anak-anak yang mengalami penganiayaan
tidak menunjukkan gejala-gejala seperti diatas. Banyak faktor lain yang
berpengaruh seperti seberapa kuat status mental anak, kemampuan anak mengatasi
masalah dan penyesuaian diri. Ada kemungkinan anak tidak mau menceritakannya karena
takut diancam, atau bahkan dia mencintai orang yang melakukan penganiyaan
tersebut. Dalam hal ini anak biasanya menghindari adanya tindakan hukum yang
akan menimpa orang-orang yang dicintainya, seperti orang tua, anggota keluarga
atau pengasuh
SOLUSINYA !!
Nah, buat kita-kita yang mengalami broken home, gimana sih
cara mengatasinya supaya kita tetap merasa "baik-baik" saja dan tidak
menjadi malu serta tidak percaya diri atau lari dari masalah dengan cara-cara
yang salah?
Sebenarnya
ada banyak cara yang bisa kita lakukan apabila kita terjebak dalam situasi yang
tidak mengenakkan ini. Awalnya sih sulit dan tidak gampang karena kita mesti
menghadapi situasi yang belum pernah kita hadapi sebelumnya. Namun, bukankah
setiap permasalahan itu ada jalan keluarnya? Nah, berikut ini ada beberapa cara
ampuh untuk mengatasi situasi seperti itu.
Hadapi semuanya dengan sikap positif
Hadapi semuanya dengan sikap positif
Tidaklah semua yang terjadi itu merupakan hal buruk meskipun
itu sesuatu yang berdampak negatif ke kita. Kita harus mencoba menerima keadaan
dan berusaha tegar. Hal ini akan membantu kita mengatasi masalah tersebut.
Berpikir positif
Peristiwa yang kita alami kita lihat dari sisi positifnya.
Karena di balik semua masalah pasti ada hikmah yang dapat kita petik. Jadikan
itu semua sebagai proses pembelajaran bagi kita sebagai remaja menuju tahap
kedewasaan. Jauhkan segala pikiran buruk yang bisa menjerumuskan kita ke jurang
kehancuran, seperti memakai narkoba, minum-minuman keras, malah sampai mencoba
untuk bunuh diri.
Jangan terjebak dengan situasi dan kondisi
Yang jelas, kita enggak boleh terjebak dengan situasi dan
menghakimi orangtua atau diri sendiri atas apa yang terjadi serta marah dengan
keadaan ini. Alangkah baiknya apabila kita bisa memulai untuk menerima itu
semua dan mencoba menjadi lebih baik. Keterpurukan bukanlah jalan keluar.
Sebaiknya sih kita bisa tegar dan mencoba bangkit untuk menghadapi cobaan ini.
Tetap berusaha itu kuncinya.
Mencoba hal-hal baru
Tidak ada salahnya kita mencoba sesuatu yang baru, asal
bersifat positif dan dapat membentuk karakter positif di dalam diri kita.
Contohnya, mencoba hobi baru, seperti olahraga ekstrem (hiking, rafting,
skating atau olahraga alam) yang dapat membuat kita bisa lebih fresh (segar)
dan melupakan hal-hal yang buruk.
Cari tempat untuk berbagi
Kita enggak sendirian lho, karena manusia adalah makhluk
sosial yang hidup berdampingan dengan orang lain. Mencari tempat yang tepat
untuk berbagi adalah solusi yang cukup baik buat kita, contohnya teman,
sahabat, pacar, atau mungkin juga saudara. Ya… usahakan tempat kita berbagi itu
adalah orang yang dapat dipercaya dan kita bisa enjoy berkeluh kesah dengan
dia.
Beberapa
hal di atas dapat dijadikan acuan buat kita karena sebenarnya semua
permasalahan itu ada solusinya.
Enggak perlu panik
Kita enggak bisa mengelak apabila itu terjadi pada keluarga
kita walaupun kita tidak menginginkannya. Enggak perlu panik ataupun sampai
depresi menghadapinya. Walaupun berat, kita juga musti bisa menerimanya dengan
bijak. Karena siapa sih yang mau hidup di tengah keluarga yang broken home?
Pasti semua anak enggak akan mau mengalaminya.
Broken home bukanlah akhir dari segalanya bagi kehidupan
kita. Jalan kita masih panjang untuk menjalani hidup kita sendiri.
Pergunakanlah situasi ini sebagai sarana dan media pembelajaran guna menuju
kedewasaan. Ingat, kita tidak sendiri dan bukanlah orang yang gagal. Kita masih
bisa berbuat banyak serta melakukan hal positif. Menjadi manusia yang lebih
baik belum tentu kita dapatkan apabila ini semua tidak terjadi. Mungkin saja
ini merupakan sebuah jalan baru menuju pematangan sikap dan pola berpikir kita.
KESIMPULAN
BROKEN
HOME
A. Pengertian Broken Home
Istilah “broken home” biasanya digunakan untuk menggambarkan
keluarga yang berantakan akibat orang tua tidak lagi peduli dengan situasi dan
keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap
anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan
pergaulan anak-anaknya di masyarakat.
Namun, broken home dapat juga diartikan dengan kondisi keluarga yang
tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan
sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan
pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Kondisi ini menimbulkan dampak yang
sangat besar terutama bagi anak-anak. Bisa saja anak jadi murung, sedih yang
berkepanjangan, dan malu. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta
panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan.
Karena orangtua merupakan contoh (role model), panutan, dan teladan
bagi perkembangan anak-anaknya di masa remaja, terutama pada perkembangan
psikis dan emosi, anak-anak perlu pengarahan, kontrol, serta perhatian yang
cukup dari orang tua. Orangtua merupakan salah satu faktor sangat penting dalam
pembentukan karakter anak-anak selain faktor lingkungan, sosial, dan pergaulan.
B. Faktor-faktor Penyebab Broken Home
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan broken home adalah :
1. Terjadinya perceraian
Faktor yang menjadi penyebab perceraian adalah pertama adanya
disorientasi tujuan suami istri dalam membangun mahligai rumah tangga; kedua,
faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas, emosionalitas, dan kemampuan
mengelola dan mengatasi berbagai masalah keluarga; ketiga, pengaruh perubahan
dan norma yang berkembang di masyarakat.
2. Ketidak dewasaan sikap orang tua
Ketidakdewasaan sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap
egoisme dan egosentrime. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang
mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang
menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala
cara. Pada orang yang seperti ini orang lain tidaklah penting. Dia mementingkan
dirinya sendiri dan bagaimana menarik perhatian pihak lain agar mengikutinya
minimal memperhatikannya. Akibatnya orang lain sering tersinggung dan tidak mau
mengikutinya. Misalnya ayah dan ibu bertengkar karena ayah tidak mau membantu
mengurus anaknya yang kecil yang sedang menangis alasannya ayah akan pergi main
badminton. Padahal ibu sedang sibuk di dapur. Ibu menjadi marah kepada ayah dan
ayah pun membalas kemarahan tersebut, terjadilah pertengkaran hebat di depan
anak-anaknya, suatu contoh yang buruk yang diberikan oleh keduanya. Egoisme
orang tua akan berdampak kepada anaknya, yaitu timbulnya sifat membandel, sulit
disuruh dan suka bertengkar dengan saudaranya. Adapun sikap membandel adalah
aplikasi dari rasa marah terhadap orang tua yang egosentrisme. Seharusnya orang
tua memberi contoh yang baik seperti suka bekerja sama, saling membantu,
bersahabat dan ramah. Sifat-sifat ini adalah lawan dari egoisme atau
egosentrisme.
3. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab
Tidak bertanggungjawabnya orang tua salah satunya masalah kesibukan.
Kesibukan adalah satu kata yang telah melekat pada masyarakat modern di
kota-kota. Kesibukannya terfokus pada pencarian materi yaitu harta dan uang.
Mengapa demikian? Karena filsafat hidup mereka mengatakan uang adalah harga
diri, dan waktu adalah uang. Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu
kesuksesan. Di samping itu kesuksesan lain adalah jabatan tinggi.
Kesibukan orang tua dalam urusan ekonomi ini sering membuat mereka
melupakan tanggungjawabnya sebagai orang tua. Dalam masalah ini, anak-anaklah
yang mendapat dampak negatifnya. Yaitu anak-anak sering tidak diperhatikan baik
masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di
masyarakat. Contohnya anak menjadi pemakai narkoba, kemudian akhirnya ditangkap
polisi dan orang tua baru sadar bahwa melepas tanggung jawab terhadap anak
adalah sangat berbahaya.
4. Jauh dari Tuhan
Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan karena dia jauh
dari Tuhan. Sebab Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika keluarga
jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran dalam
keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga tersebut akan lahir anak-anak
yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua orang tuanya. Mereka bisa menjadi orang
yang berbuat buruk, yang dapat melawan orang tua bahkan pernah terjadi seorang
anak yang sudah dewasa membunuh ayahnya karena ayahnya tidak mau menyerahkan
surat-surat rumah dan sawah. Tujuannya agar dia dapat menguasai harta tersebut.
Apalagi dia seorang penjudi dan pemabuk. Inilah hasil pendidikan yang hanya
mengutamakan dunia, makan dan minum saja, pendidikan umum saja, hasilnya sangat
mengecewakan orang tua, akhirnya tega membunuh ayahnya sendiri.
5. Adanya masalah ekonomi
Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal di luar makan dan minum. Padahal
dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya dapat memberi makan dan
rumah petak tempat berlindung yang sewanya terjangkau. Akan tetapi yang namanya
manusia sering bernafsu ingin memiliki televisi, radio dan sebagainya
sebagaimana layaknya sebuah keluarga yang normal. Karena suami tidak sanggup
memenuhi tuntutan isteri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan yang
disebutkan tadi, maka timbullah pertengkaran suami istri yang sering menjurus
ke arah perceraian.
Berbeda dengan keluarga miskin maka keluarga kaya mengembangkan gaya
hidup internasional yang serba mewah. Mobil, rumah mewah, serta segala macam
barang yang baru mengikuti model dunia. Namun tidak semua suami suka hidup
sangat glamour atau sebaliknya. Di sinilah awal pertentangan suami istri yaitu
soal gaya hidup. Jika istri yang mengikuti gaya hidup dunia sedangkan suami
ingin biasa saja, maka pertengkaran dan krisis akan terjadi. Mungkin suami
berselingkuh sebagai balas dendam terhadap istrinya yang sulit diatur. Hal ini
jika ketahuan akan bertambah parah krisis keluarga kaya ini dan dapat berujung
pada perceraian, dan yang menderita adalah anak-anak mereka.
6. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak
Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga menyebabkan
hilangnya kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak. Faktor
kesibukan biasanya sering dianggap penyebab utama dari kurangnya komunikasi.
Dimana ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, mereka tidak punya
waktu untuk makan siang bersama, sholat berjamaah di rumah dimana ayah menjadi
imam, sedang anggota keluarga menjadi jamaah. Di meja makan dan di tempat
sholat berjamaah banyak hal yang bisa ditanyakan ayah atau ibu kepada
anak-anaknya seperti pelajaran sekolah, teman di sekolah, kesedihan dan
kesenangan yang dialami anak. Dan anak-anak akan mengungkapkan pengalaman perasaan
dan pemikiran-pemikiran tentang kebaikan keluarga termasuk kritik terhadap
orang tua mereka. Yang sering terjadi adalah kedua orang tua pulang hampir
malam karena jalanan macet, badan capek, sampai di rumah mata sudah mengantuk
dan tertidur. Tentu orang tidak mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dengan
anak-anaknya.
Akibatnya anak-anak menjadi remaja yang tidak terurus secara
psikologis, mereka mengambil keputusan-keputusan tertentu yang membahayakan
dirinya seperti berteman dengan anak-anak nakal, merokok, meneguk alkohol, main
kebut-kebutan di jalanan sehingga menyusahkan masyarakat. Dan bahaya jika anak
terlibat menjadi pemakai narkoba.
7. Adanya masalah pendidikan
Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya broken home.
Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan tentang kehidupan
keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang
pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami lika-liku keluarga. Karena itu
sering salah menyalahkan bila terjadi persoalan di keluarga. Akibatnya selalu
terjadi pertengkaran yang mungkin menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama
ada atau lumayan mungkin sekali kelemahan dibidang pendidikan akan di atasi.
Artinya suami istri akan dapat mengekang nafsu masing-masing sehingga
pertengkaran dapat dihindari.
KESIMPULAN
Istilah “broken home” biasanya digunakan untuk menggambarkan
keluarga yang berantakan akibat orang tua tidak lagi peduli dengan situasi dan
keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya,
baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya
di masyarakat.
Faktor-faktor yang menyebabkan broken home :
1. Terjadinya perceraian
2. Ketidak dewasaan sikap orang tua
3. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab
4. Jauh dari Tuhan
5. Adanya masalah ekonomi
6. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak
7. Adanya masalah pendidikan
BROKEN
HOME
Broken home dapat diartikan dengan kondisi keluarga yang
tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan
sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan
pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Kondisi ini menimbulkan dampak yang
sangat besar terutama bagi anak-anak. Bisa saja anak jadi murung, sedih yang
berkepanjangan, dan malu. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta
panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan.
Karena orangtua merupakan contoh (role model), panutan, dan
teladan bagi perkembangan anak-anaknya di masa remaja, terutama pada
perkembangan psikis dan emosi, anak-anak perlu pengarahan, kontrol, serta
perhatian yang cukup dari orang tua. Orangtua merupakan salah satu faktor sangat
penting dalam pembentukan karakter anak-anak selain faktor lingkungan, sosial,
dan pergaulan.
Menurut versi lain ada yang mengatakan bahwa Broken Home
adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang
tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah
diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal
inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk
berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah
mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu
berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka Cuma ingin cari
simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal
semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar
mereka sadar dan mau berprestasi.
Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah
kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki
– laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar
seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan
malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah
tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari
pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman – teman nya yang secara
tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak. Maka
dari itu mereka berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Tetapi
sayang, sebagian dari mereka melakukan cara yang salah misalnya : mencari
perhatian guru dengan bertindak brutal di dalam kelas, bertindak aneh agar
mendapat perhatian orang lain, dll.
Kalau sudah brutal otomatis bisa salah pergaulan. Lalu
mereka mulai melirik yang namanya Rokok. Awalnya hanya sekali hisap, lama –
lama jadi berkali-kali. Kemudian setelah merokok, mereka mulai mencoba yang
namanya NARKOBA, MIRAS dll.
Kalau sudah seperti itu, siapa yang patut disalahkan ? Orang
tua tidak dapat disalahkan sepenuhnya tapi anak juga tidak dapat disalahkan
100%. Kesalahan orang tua adalah mereka terlalu sibuk dengan masalah mereka
hingga mereka lupa bahwa mereka memiliki anak yang wajib diperhatikan. Lalu
kadang mereka juga menganggap bahwa anak tidak perlu tahu masalah mereka.
Padahal setidaknya mereka harus menjelaskan tentang masalah mereka ke anak agar
tidak terjadi kesalahpahaman. Lalu untuk si Anak, mari kita berpikir yang logis
dan tidak nyleneh.
ö Faktor-faktor
Penyebab Broken Home
1.
Terjadinya perceraian
Adanya disorientasi tujuan suami istri dalam membangun
mahligai rumah tangga, faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas,
emosionalitas, dan kemampuan mengelola dan mengatasi berbagai masalah keluarga
dan pengaruh perubahan dan norma yang berkembang di masyarakat.
2.
Ketidak dewasaan sikap orang tua
Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan
dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya
pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara. Egoisme
orang tua akan berdampak kepada anaknya, yaitu timbulnya sifat membandel, sulit
disuruh dan suka bertengkar dengan saudaranya.
3.
Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab
Kesibukannya terfokus pada pencarian materi yaitu harta dan
uang. Mengapa demikian ? Karena filsafat hidup mereka mengatakan uang adalah
harga diri, dan waktu adalah uang. Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan,
suatu kesuksesan. Di samping itu kesuksesan lain adalah jabatan tinggi.
4. Jauh dari Tuhan
Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan karena
dia jauh dari Tuhan. Sebab Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika
keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran
dalam keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga tersebut akan lahir
anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua orang tuanya.
5.
Adanya masalah ekonomi
Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal di luar makan dan minum.
Karena suami tidak sanggup memenuhi tuntutan isteri dan anak-anaknya akan
kebutuhan-kebutuhan maka timbullah pertengkaran ke arah perceraian.
6.
Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak
Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga
menyebabkan hilangnya kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak.
Faktor kesibukan biasanya sering dianggap penyebab utama dari kurangnya
komunikasi. Dimana ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, mereka
tidak punya waktu untuk makan siang bersama, sholat berjamaah di rumah dimana
ayah menjadi imam, sedang anggota keluarga menjadi jamaah.
7.
Adanya masalah pendidikan
Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya broken
home. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan tentang
kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang
pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami lika-liku keluarga. Karena itu
sering salah menyalahkan bila terjadi persoalan di keluarga. Akibatnya selalu terjadi
pertengkaran yang mungkin menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama ada
atau lumayan mungkin sekali kelemahan dibidang pendidikan akan di atasi.
Artinya suami istri akan dapat mengekang nafsu masing-masing sehingga
pertengkaran dapat dihindari.
ö kejiwaan
pada seorang Broken Home di mata Sosial
1. Broken
Heart : si pemuda merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang
hidup ini sia sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si pemuda
tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat
keanehan sexual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi simpanan irang,
tertarik dengan isteri orang, atau suami orang dan lainnya
2. Broken
Relation : si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak
ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani.
Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang masa bodoh terhadap
orang lain, ugal ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak mendengar
nasihat orang lain, cenderung “semau gue”.
3. Broken
Values : si pemuda kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. Baginya dalam hidup
ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang ”menyenangkan”
dan yang ”tidak menyenangkan”, pokoknya apa saja yang menyenangkan saya
lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya lakukan.
Disuatu ketika terlihat
sebuah keluarga sedang bersenda gurau. Ada ayah, ibu, dan anak-anak. Mereka
tampak bahagia. Dunia ini bagaikan surga, hidup berkecukupan. Apa pun yang di
inginkan bisa di dapatkan. Seolah-olah tak ingin rasanya meninggalkan dunia
ini.
Namun, kebahagiaan itu
tercoreng. Pelan-pelan rumah yang dulunya harmonis dan penuh canda tawa berubah
menjadi suram dan penuh dengan kebencian. Anak yang pertama pergi meninggalkan
rumah untuk urusan sekolah, dan tak ingin kembali dikarenakan rumah tidak
nyaman. Anak yang ke dua terpaksa harus tinggal dan menghadapi berbagai masalah
rumah tangga.
Dengan tegar si adik
menjalani kehidupan bersama kedua orang tuanya yang tidak lagi harmonis. Kedua
orang tua tersebut selalu saja bertengkar dengan alasan yang sepele. Masalah
kecil dijadikan besar, masalah besar semakin menjadi. Ini menjadikan se adik
menjadi anak yang pemberontak dan tidak percaya lagi dengan orang tuanya.
Sehari-hari hanya bermain di luar rumah dan pulang sudah larut malam. Keadaan
ini semakin parah, hingga akhirnya sang ayah pergi meninggalkan rumah dan tak
ingin kembali walaupun untuk mengurus surat cerai. Kedua anak tersebut mendapat
gelar anak broken home
Berat memang mendapat
gelar seperti itu, kebanyakan anak-anak yang mendapat masalah rumah tangga akan
mengalami gangguan mental dan jiwa. Tekanan demi tekanan akan dirasakan oleh
sang anak. Mulai dari teman sekolah, tetangga, bahkan mungkin pacar. Terkadang
seseorang sulit menerima orang lain yang dari keluarga broken home. Apa yang
akan dikatakn jika ada yang bertanya, kemana ayah mu? Hal ini akan mengantarkan
si anak menuju kebahagiaan maya. Pernah ada cerita dari seorang teman yang
broken home, demi menghilangkan rasa suntuk dan strez yang dialaminya dia
mengunjungi sebuah diskotik dan memakai narkoba. Ada juga yang bilang rokok
bisa dijadikan teman yang paling mengerti, menurut saya ini benar. Bahkan yang
lebih parah lagi, ada seorang teman yang rela menjual diri dengan alibi mencari
kesenangan dan kasih sayang. Itu semua bulshit. Itu hanya akan membuat
keterpurukan-keterpurukan yang lebih dalam lagi dan akan menyebabkan luka yang
semakin mendalam bagi anak-anak broken home.
Masalah seberat apa pun
harus dihadapi. Dengan mencari pelampiasan kepada kesenangan maya hanya akan
membuat diri kita semakin hina. Baik dimata manusia terlebih-lebih dimata
Allah. Buatlah dirimu sibuk dengan berbagai aktifitas, sehingga dirimu tidak
tertekan dengan masalah yang terjadi dan pelan-pelan akan melupakannya. Memang
sulit menghadapi semua itu, tapi yakinlah bahwa kita bisa melewatinya. Tuhan
tahu apa yang terbaik untuk kita. Jangan mudah menyerah, semakin banyak cobaan
yang diberikan Tuhan, menandakan Tuhan sayang padamu. Teruslah berfikir dan
pecahkan masalah, maka itu akan membuatmu semakin cerdas. Percayalah.