MAKALAH
PENGEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terdapat minat
besar dalam manajemen pendidikan di bagian awal abad 21. Hal ini karena
kualitas kepemimpinan dipercaya secara luas membuat perbedaan yang signifikan
kepada sekolah dan siswa. Di banyak bagian dunia, ada pengakuan bahwa sekolah
membutuhkan pemimpin dan manajer yang efektif jika mereka ingin memberikan
pendidikan yang terbaik kepada pelajar mereka. Ketika ekonomi global mengalami
resesi, pemerintah lebih menyadari bahwa aset utama mereka adalah orang-orang
yang kompetitif dan semakin tergantung pada sebuah sistem pendidikan yang
menghasilkan tenaga kerja terampil. Hal ini memerlukan guru-guru yang terlatih
dan berkomitmen, dan pada gilirannya, memerlukan kepemimpinan kepala sekolah
yang sangat efektif dan dukungan lain manajer senior dan menengah.
Bidang
manajemen pendidikan adalah pluralis, dengan banyaknya kekurangan perspektif
dan kesepakatan yang tak terelakkan mengenai definisinya. Salah satu kunci
perdebatan apakah manajemen pendidikan telah menjadi bidang yang berbeda atau
hanya sebuah cabang studi yang lebih luas dari manajemen. Sementara pendidikan
dapat belajar dari manajemen lain, manajemen pendidikan harus terpusat tujuan
pendidikan. Tujuan atau tujuan ini memberikan arti penting arah untuk mendukung
manajemen sekolah. Kecuali keterkaitan antara tujuan dan manajemen pendidikan
yang jelas dan dekat, ada bahaya ‘Managerialism’, “Penekanan pada prosedur
dengan mengorbankan tujuan pendidikan serta nilai-nilai “.
Penyelenggaraan pendidikan di sekolah dipandang sebagai suatu sistem “dimana
komponen-komponen sistem itu saling ketergantungan sehingga berhubungan dan
saling menentukan keberhasilan suatu sistem, kegagalan suatu sekolah diakibatkan
oleh gangguan sub sistem itu. Kepala sekolah yang menjalankan kepemimpinannya
harus mampu mengatasi kegagalan/hambatan sub sistem agar tercapai kesempurnaan
sistem itu.
Hal ini
didukung oleh pakar pendidikan Prof. Dr. Oteng Sutisna, M,Sc. Guru besar FKIP
dalam bukunya “Berpikir System” terbitan 1984, hal. 76. Perkembangan Ilmu pengetahuan
dan teknologi dari negara-negara maju sangat cepat, sangat cepat pula merupabah
pola pikir masyarakat, hal ini mengakibatkan program pendidikan dan pengajaran
lebih ketinggalan bila dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat, hal ini
merupakan tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan agar tidak statis dalam
menambah wawasan dari berpikir dinamis untuk menghasilkan tamatan yang
berkualitas.
B. Rumusan Masalah
Manajemen sekolah
merupakan faktor yang terpenting dalam menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi tamatan (out
put), oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus berpikir “sistem”
artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah komponen-komponen terkait
seperti: guru-guru, staff TU, Orang tuasiswa/Masyarakat,
Pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang dipengaruhi
oleh kebijakan dan kinerja pimpinan.
Tantangan
lembaga pendidikan (sekolah) adalah mengejar ketinggalan artinyakompetisi
dalam meraih prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan global, terutama
dari Sekolah Menengah Kejuruan dimana tamatan telah memperoleh bekal
pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai tenaga professional tingkat
menengah hal ini sesuai dengan tuntunan Kurikulum SMK 2004.
Tantangan ini
akan dapat teratasi bila pengaruh kepemimpinen sekolah terkonsentrasi pada
pencapaian sasaran dimaksud. Pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah disamping
mengejar ketinggalan untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, hal-hal lain
perlu diperhatikan: Ciptakan keterbukaan dalam proses penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran. Ciptakan iklim kerja yang menyenangkan Berikan
pengakuan dan penghargaan bagi personil yang berprestasi Tunjukan keteladanan
Terapkan fungsi-fungsi manajemen dalam proses penyelenggaraan pendidikan,
seperti: Perencanaan Pengorganisasian Penentuan staff atas dasar kemampuan,
kesanggupan dan kemauan Berikan bimbingan dan pembinaan kearah yang menuju
kepada pencapaian tujuan Adalah kontrol terhadap semua kegiatan penyimpangan
sekecil apapun dapat ditemukan sehingga cepat teratasi Adakan penilaian
terhadap semua program untuk mengukurkeberhasilan serta menemukan cara untuk
mengatasi kegagalan.
C. Tujuan Pembahasan Masalah
1.
Kemampuan berpikir sistem
artinya memahami bahwa suatu kesatuan yang utuh didukung oleh komponen-komponen
(bagian-bagian) yang satu sama lain saling ketergantungan apabila
komponen-komponen itu tidak berjalan maka tidak akan terbentuk suatu kesatuan
yang utuh dalam hal ini bisa diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Agar proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah merupakan suatu kesatuan yang
utuh maka program akan berjalan dengan lancar dan tujuan akan tercapai.
2.
Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang merupakan tantangan. Kepemimpinan suatu lembaga pendidikan
merupakan wawasan yang perlu dipahami agar pengaruh pimpinan sekolah diarahkan
kepada peningkatan semua tenaga kependidikan (guru tata usaha) berpikir
dinamismenuju pencapaian/prestasi siswa sebagai objek pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Manajemen Pendidikan
1. Pengertian
Manajemen
Dari segi bahasa manajemen berasal dari kata manage (to manage) yang berarti “to conduct or to carry on, to direct”
(Webster Super New School and Office Dictionary), dalam Kamus Inggeris
Indonesia kata Manage diartikan “Mengurus, mengatur, melaksanakan,
mengelola”(John M. Echols, Hasan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia) , Oxford
Advanced Learner’s Dictionary mengartikan ‘to Manage’ sebagai “to succed in
doing something especially something difficult….. Management the act of running
and controlling business or similar organization” sementara itu dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia
‘Manajemen’diartikan sebagai “Prose penggunaan sumberdaya secara efektif untuk
mencapai sasaran”(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Adapun dari segi Istilah telah
banyak para ahli telah memberikan pengertian manajemen, dengan formulasi yang
berbeda-beda, berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian manajemen guna
memperoleh pemahaman yang lebih jelas.
a.
Menurut
Syamsi (1985:10) “Manajemen adalah seluruh kegiatan dalam setiap usaha
kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok atau lebih orang-orang secara
bersama-sama dan simultan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.
b.
Menurut
Soepardi (1988:7) “ Manajemen adalah keseluruhan proses kegiatan-kegiatan kerja
sama yang dilakukan oleh sekelompok atau lebih oarang-orang secara bersama-sama
dan simultan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
c.
Dalam
Encylopedia of the Social Sience dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses
dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.
d.
Hilman
mengatakan bahwa manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui
kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan
yang sama.
e.
Menurut
Georgy R. Terry (1986:4), manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja,
yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah
tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.
Dengan memperhatikan beberapa definisi di atas nampak jelas
bahwa perbedaan formulasi hanya dikarenakan titik tekan yang berbeda namun
prinsip dasarnya sama, yakni bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan adalah
dalam rangka mencapai suatu tujuan dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya yang
ada, sementara itu definisi nomor empat yang dikemukakan oleh G.R Terry
menambahkan dengan proses kegiatannya, sedangkan definisi nomor lima dari
Sondang P Siagian menambah penegasan tentang posisi manajemen hubungannya
dengan administrasi. Terlepas dari perbedaan tersebut, terdapat beberapa prinsip
yang nampaknya menjadi benang merah tentang pengertian manajemen yakni :
a.
Manajemen
merupakan suatu kegiatan
b.
Manajemen
menggunakan atau memanfaatkan pihak-pihak lain
c.
Kegiatan
manajemen diarahkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
Setelah melihat pengertian manajemen, maka nampak jelas
bahwa setiap organisasi termasuk organisasi pendidikan seperti Sekolah akan
sangat memerlukan manajemen untuk mengatur/mengelola kerjasama yang terjadi
agar dapat berjalan dengan baik dalam pencapaian tujuan, untuk itu pengelolaannya
mesti berjalan secara sistematis melalui tahapan-tahapan dengan diawali oleh
suatu rencana sampai tahapan berikutnya dengan menunjukan suatu keterpaduan
dalam prosesnya, dengan mengingat hal itu, maka makna pentingnya manajemen
semakin jelas bagi kehidupan manusia termasuk bidang pendidikan.
2. Pengertian
Pendidikan
Secara terminologis, para ahli pendidikan mendefinisikan
kata pendidikan dengan berbagai tujuan. Abdurahman Al-Bani mendefinisikan
pendidikan (tarbiyah) adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara
bertahap menurut ajaran Islam (Ahmad Tafsir, 2001: 29). Dalam Dictionary of
Educaition dinyatakan bahwa pendidikan adalah:
a. Proses seorang mengembangkan kemampuan, sikap
dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup.
b. Proses sosial yang terjadi pada orang yang
dihadapkan pada pengaruh lingkungannya yang terpilih dan terkontrol (khususnya
yang datang di sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan
kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. Dengan kata lain,
perubahan-perubahan yang sifatnya permanen dalam tingah laku, pikiran dan
sikapnya (Nanang Fattah, 2003: 4).
Dari definisi di atas, kalau diteliti lebih lanjut,
meskipun batasan yang dikemukakan para ahli berbeda, terlihat garis benang
merah bahwa pendidikan merupakan usaha peningkatan kualitas diri manusia dalam
segala aspeknya [aspek jasmaniah dan rohaniah]. Jadi, pendidikan merupakan
aktivitas yang disengaja dan mengandung tujuan yang tentu dan di dalamnya
terlibat berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya
sehingga membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk
meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya
yaitu rohani (pikiran, karsa, rasa, cipta, dan hati nurani) dan jasmani (panca
indra serta keterampilan).
3. Pengertian
Manajemen Pendidikan
Setelah memperoleh gambaran tentang manajemen secara umum
maka pemahaman tentang manajemen pendidikan akan lebih mudah, karena dari segi
prinsip serta fungsi-fungsinya nampaknya tidak banyak berbeda, perbedaan akan
terlihat dalam substansi yang dijadikan objek kajiannya yakni segala sesuatu
yang berkaitan dengan masalah pendidikan.
Oteng Sutisna (1989:382) menyatakan bahwa Administrasi
pendidikan hadir dalam tiga bidang perhatian dan kepentingan yaitu : (1)
setting Administrasi pendidikan (geografi, demograpi, ekonomi, ideologi,
kebudayaan, dan pembangunan); (2) pendidikan (bidang garapan Administrasi); dan
(3) substansi administrasi pendidikan (tugas-tugasnya, prosesnya, asas-asasnya,
dan prilaku administrasi), hal ini makin memperkuat bahwa manajemen pendidikan
mempunyai bidang dengan cakupan luas yang saling berkaitan, sehingga pemahaman
tentangnya memerlukan wawasan yang luas serta antisipatif terhadap berbagai
perubahan yang terjadi di masyarakat disamping pendalaman dari segi
perkembangan teori dalam hal manajemen.
a.
Manajemen
Pendidikan menurut Syarif (1976 :7) “segala usaha bersama untuk mendayagunakan
sumber-sumber (personil maupun materiil) secara efektif dan efisien untuk
menunjang tercapainya pendidikan.
b.
Menurut
Sutisna (1979:2-3) adalah : Manajemen pendidikan adalah keseluruhan (proses)
yang membuat sumber-sumber personil dan materiil sesuai yang tersedia dan
efektif bagi tercapainya tujuan-tujuan bersama. Ia mengerjakan fungsifungsinya
dengan jalan mempengaruhi perbuatan orang-orang. Proses ini meliputi
perencanaan, organisasi, koordinasi, pengawasan, penyelenggaraan dan pelayanan
dari segala sessuatu mengenai urusan sekolah yang langsung berhubungan dengan
pendidikan seklah seperti kurikulum, guru, murid, metode-metode, alat-alat
pelajaran, dan bimbingan. Juga soal-soal tentang tanah dan bangunan sekolah,
perlengkapan, pembekalan, dan pembiayaan yang diperlukan penyelenggaraan
pendidikan termasuk didalamnya.
c.
Djam’an
Satori, (1980: 4). Manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai keseluruhan
proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang
tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
secara efektif dan efisien.
d.
Made
Pidarta, (1988:4). Manajemen Pendidikan diartikan sebagai aktivitas memadukan
sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditentukan sebelumnya.
Biro Perencanaan Depdikbud, (1993:4). Manajemen pendidikan
ialah proses perencanaan, peng-organisasian, memimpin, mengendalikan tenaga
pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan,
mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur,
memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan.
B.
Perkembangan Manajemen Pendidikan
- Teori Manajemen Kuno;
Sampai dengan tingkat tertentu, manajemen telah
dipraktekkan oleh masyarakat kuno. Sebagai contoh, bangsa Mesir bisa membuat
piramida. Bangunan yang cukup kompleks yang hanya bisa diselesaikan dengan
koordinasi yang baik. Kekaisaran Romawi mengembangkan struktur organisasi yang
jelas, dan sangat membantu komunikasi dan pengendalian.
Meskipun manajemen telah dipraktekkan dan dibicarakan di
jaman kuno, tetapi kejadian semacam itu relatif sporadis, dan tidak ada upaya
yang sistematis untuk mempelajari manajemen. Karena itu manajemen selama
beberapa abad kemudian “terlupakan”.
Pada akhir abad 19-an, perkembangan baru membutuhkan studi
manajemen yang lebih serius. Pada waktu industrialisasi berkembang pesat, dan
perusahaan-perusahaan berkembang menjadi perusahaan raksasa.
- Teori Manajemen Klasik;
a.
Teori Manajemen Klasik
1)
Robert Owen (1771-1858)
Owen berkesimpulan bahwa manajer harus menjadi pembaharu
(reformer). Beliau melihat peranan pekerja sebagai yang cukup penting sebagai
aset perusahaan. Pekerja bukan saja merupakan input, tetapi merupakan sumber
daya perusahaan yang signifikan. Ia juga memperbaiki kondisi pekerjanya, dengan
mendirikan perumahan (tempat tinggal) yang lebih baik. Beliau juga mendirikan
toko, yang mana pekerjanya tidak kesusahan dan dapat membeli kebutuhan dengan
harga murah. Ia juga mengurangi jam kerja dari 15 jam menjadi 10,5 jam, dan
menolah pekerja dibawah umur 10 tahun.
Owen berpendapat dengan memperbaiki kondisi kerja atau
invertasi pada sumber daya manusia, perusahaan dapat meningkatkan output dan
juga keuntungan. Disamping itu Owen juga memperkenalkan sistem penilaian
terbuka dan dilakukan setiap hari. Dengan cara seperti itu manajer diharapkan
bisa melokalisir masalah yang ada dengan cepat.
2)
Charles Babbage (1792-1871)
Babbage merupakan profesor matematika di Inggris. Dengan
metode kuantitatifnya beliau percaya:
a) Bahwa prinsip-prinsip ilmiah dapat diterapkan
untuk meningkatkan efisiensi produksi, produksi naik biaya operasi turun.
b) Pembagian Kerja (division of labor); dengan ini
kerja/operasi pabriknya bisa dianalisis secara terpisah. Dengan cara semacam
ini pula training bisa dilakukan dengan lebih mudah.
c) Dengan melakukan pekerjaan yang sama secara
berulang-ulang, maka pekerja akan semakin terampil dan berarti semakin efisien.
b.
Teori Manajemen Ilmiah
1) Federick
Winslow Taylor (1856-1915)
Federick Taylor disebut sebagai bapak manajemen ilmiah. Taylor memfokuskan
perhatiannya pada studi waktu untuk setiap pekerjaan (time and motion study);
dari sini ia mengembangkan analisis kerja. Taylor kemudian memperkenalkan sistem
pembayaran differential (differential rate).
Manajemen Taylor didasarkan pada langkah atau prinsip
sebagai berikut :
a)
Mengambangkan
Ilmu untuk setiap elemen pekerjaan, untuk menggantikan pikiran yang didasari
tanpa ilmu.
b)
Memilih
karyawan secara ilmiah, dan melatih mereka untuk melakukan pekerjaan seperti
yang ditentukan pada langkah-1.
c)
Mengawasi
karyawan secara ilmiah, untuk memastikan mereka mengikuti metode yang telah
ditentukan.
d)
Kerjasama
antara manajemen dengan pekerja ditingkatkan. Persahabatan antara keduanya juga
ditingkatkan
2) Frank
B. Gilberth (1868-1924) dan Lillian Gilberth (1887-1972)
Keduanya adalah suami istri yang mempunyai minat yangsama
terhadap manajemen. Menurut Frank pergerakan yang dapat dihilangkan akan
mengurangi kelelahan. Semangat kerja akan naik karena bermanfaat secara fisik
pada karyawan. Sedang Lilian memberikan kontribusi pada lapangan psikologi
industri dan manajemen personalia. Beliau percaya bahwa tujuan akhir manajemen
ilmiah adalah membantu pekerja mencapai potensi penuhnya sebagai seorang
manusia. Keduanya mengembangkan rencana promosi tiga tahap, yaitu : 1.
Menyiapkan Promosi, 2. Melatih Calon Pengganti, 3. Melakukan Pekerjaan
Menurut metode tersebut, seorang pekerja akan bekerja
seperti biasa, sambil menyiapkan promosi karir, dan melatih calon penggantinya.
Dengan demikian pekerja akan menjadi pelaksana, pelajar yaitu menyiapkan karir
yang lebih tinggi, dan pengajar dalam arti mengajari dalon pengganti.
3) Henry
L. Gantt (1861-1919)
Gantt melakukan perbaikan metode sistem penggajian Taylor (differential
system) karena menurutnya metode tersebut kurang memotivasi kerja. Sistem
Pengawasan (supervisor) diterapkannya sebagai upaya untuk memacu semangat kerja
karyawan. Disamping itu Gantt juga memperkenalkan sistem penilaian terbuka yang
awalnya merupakan ide Owen. Gantt chart (bagan Gantt) kemudian populer dan
gigunakan untuk perencanaan, yaitu mencatat scedul (jadwal) pekerja tertentu.
c.
Teori Manajemen Organisasi
1) Henry
Fayol (1841-1925)
Henry Fayol merupakan industrialis Prancis, ia sering
disebut sebagai bapak aliran manajemen klasik karena upaya “mensistematisir”
studi manajerial. Menurut Fayol, praktek manajemen dapat dikelompokkan ke dalam
beberapa pola yang dapat diidentifikasi dan dianalisis. Dan selanjutnya
analisis tersebut dapat dipelajari oleh manajer lain atau calon manajer.
Fayol adalah orang yang pertama mengelompokkan kegiatan
menajerial dalam 4 fungsi manajemen, yaitu : (1) Perencanaan, (2) Pengorganisasian,
(3) Pengarahan, dan (4) Pengendalian. Fayol percaya bahwa manajer bukan
dilahirkan tetapi diajarkan. Manajemen bisa dipelajari dan dipraktekkan secara
efektif apabila prinsip-prinsip dasarnya dipahami.
2) Max
Weber (1864-1920)
Max Weber adalah seorang ahli sosiologi Jerman yang
mengembangkan teori birokrasi. Menurutnya, suatu organisasi yang terdiri dari
ribuan anggota membutuhkan aturan jelas untuk anggota organisasi tersebut.
Organisasi yang ideal adalah birokrasi dimana aktivitas dan tujuan diturunkan
secara rasional dan pembagian kerja disebut dengan jelas. Birokrasi didasarkan
pada aturan yang rasional yang dapat dipakai untuk mendesain struktur
organisasi yang jelas.
Konsep birokrasi Weber berlainan dengan pengertian
birokrasi populer, dimana orang cnderung mengartikan kata birokrasi dengan
konotasi negatif, yaitu organisasi yang lamban, tidak reponsif terhadap
perubahan.
3) Mary
Parker Follet (1868-1933)
Mary Parker Follet agak berbeda sedikit dengan pendahulunya
karena memasukkan elemen manusia dan struktur organisasi kedalam analisisnya.
Elemen tersebut kemudian muncul dalam teori perilaku dan hubungan manusia.
Follet percaya bahwa seseorang akan menjadi manusia sepenuhnya apabila manusia
menjadi anggota suatu kelompok. Konsekuensinya, Follet percaya bahwa manajemen
dan pekerja mempunyai kepentingan yang sama, karena menjadi anggota organisasi
yang sama.
Selanjutnya Follet mengembangkan model perilaku
pengendalian organisasi dimana seseorang dikendalikan oleh tiga hal, yaitu : 1.
Pengendalian diri (dari orang tersebut); 2. Pengendalian kelompok (dari
kelompok); 3. Pengendalian bersama (dari orang tersebut dan dari kelompok).
4) Chester I
Barnard (1886-1961)
Bernard mengambangkan teori organisasi, menurutnya orang
yang datang keorganisasi formal (seperti perusahaan) karena ingin mencapai
tujuan yang tidak dapat dicapai sendiri. Pada waktu mereka berusaha mencapai
tujuan organisasi, mereka juga akan berusaha mencapai tujuannya sendiri.
Organisasi bisa berjalan dengan efektif apabila keseimbangan tujuan organisasi
dengan tujuan anggotanya dapat terjaga.
Bernard percaya bahwa keseimbangan antara tujuan organisasi
dengan individu dapat dijaga apabila manajer mengerti konsep wilayah penerimaan
(zone of acceptance), dimana pekerja akan menerima instruksi atasannya tanpa
mempertanyakan otoritas manajemen.
- Teori Manajemen Kontemporer
Beberapa pendekatan sudah dibicarakan dimuka, dimana
pendekatan-pendekatan tersebut mengalami perkembangan. Ada beberapa perkembangan yang cenderung
mengintegrasikan pendekatan-pendekatan sebelumnya, menjadikan batas-batas
pendekatan yang telah dibicarakan menjadi tidak jelas. Namun demikian ada
pendekatan yang tetap berakar pada pendekatan-pendekatan tertentu. Bagian
berikut ini akan membicarakan pendekatan baru dalam manajemen :
a. Pendekatan
Sistem
Sistem dapat diartikan sebagai gabungan sub-sub sistem yang
saling berkaitan. Organisasi sebagai suatu sistem akan dipandang secara
keseluruhan, terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan (sub-sistem), dan
sistem/organisasi tersebut akan berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses
selanjutnya pendekatan inilah yang selama ini digunakan dalam sistem manajemen
pendidikan di indonesia.
Sebelum munculnya sistem pendekatan-pendekatan yang baru.
b. Pendekatan
Situasional (Contingency)
Pendekatan ini menganggap bahwa efektivitas manajemen
tergantung pada situasi yang melatarbelakanginya. Prinsip manajemen yang sukses
pada situasi tertentu, belum tentu efektif apabila digunakan di situasi
lainnya. Tugas manajer adalah mencari teknik yang paling baik untuk mencapai
tujuan organisasi, dengan melihat situasi, kondisi, dan waktu yang tertentu.
Pendekatan situasional memberikan “resep praktis” terhadap
persoalan manajemen. Tidak mengherankan jika pendekatan ini dikembangkan
manajer, konsultan, atau peneliti yang banyak berkecimpung dengan dunia nyata.
Pendekatan ini menyadarkan manajer bahwa kompleksitas situasi manajerial,
membuat manajer fleksibel atau sensitif dalam memilih teknik-teknik manajemen
yang terbaik berdasarkan situasi yang ada.
Namun pendekatan ini dalam perkembangannya dikritik karena
tidak menawarkan sesuatu yang baru. Pendekatan ini juga belum dapat dikatakan
sebagai aliran atau disiplin manajemen baru, yang mempunyai batas-batas yang
jelas.
c. Pendekatan
Hubungan Manusia Baru (Neo-Human Relation)
Pendekatan ini berusaha mengintegrasikan sis positif
manusia dan manajemen ilmiah. Pendekatan ini melihat bahwa manusia merupakan
makhluk yang emosional, intuitif, dan kreatif. Dengan memahami kedudukan
manusia tersebut, prinsip manajemen dapat dikembangkan lebih lanjut. Tokoh yang
dapat disebut mewakili aliran ini adalah W. Edwadr Deming, yang mengembangkan
prinsip-prinsip manajemen seperti Fayol yang berfokus pada kualitas kerja dan
hubungan antar karyawan.
Dalam perjalanannya pendekatan ini masih membutuhkan waktu
untuk sampai dikatakan sebagai aliran manajemen baru. Meskipun demikian
pendekatan tersebut cukup populer baik dilingkungan akademis maupun praktis.
Ide-ide pendekatan tersebut banyak mempengaruhi praktek manajemen saat ini.
C.
Studi Kasus Di Indonesia
- Penerapan Manajemen Pendidikan di Indonesia
Ada dua hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan dunia
pendidikan, yakni (1) evaluasi pendidikan, dan (2) pemikiran untuk memfungsikan
pendidikan di Indonesia.
Dari dua hal ini ketika kita tarik kedalam menejemen pendidikan yang berjalan
di Indonesia, ada beberapa fenomena menarik yang sangat menonjol dewasa ini,
diantaranya ialah : a) pendidikan kita tidak mendewasakan anak didik, b)
pendidikan kita telah kehilangan objektivitasnya, c) pendidikan kita tidak
menumbuhkan pola berfikir, d) pendidikan kita tidak menghasilkan manusia
terdidik, e) pendidikan kita dirasa membelenggu, f) pendidikan kita belum mampu
membangun individu belajar, g) pendidikan kita dirasa linier-indroktinatif, h)
pendidikan kita belum mampu menghasilkan kemandirian, dan i) pendidikan kita
belum mampu memberdayakan dan membudayakan peserta didik.
Fenomena tersebut di atas, itu semua adalah tentang
evaluasi dari pendidikan kita yang ada sekarang ini. Sedangkan pemikiran untuk memfungsikan
pendidikan di Indonesia dirasa selain merupakan tuntutan kebutuhan di atas,
juga dibutuhkan adanya (1) “peace education” pendidikan yang damai /
menyejukkan; (2) pendidikan yang mampu membangun kehidupan demokratik; (3)
pendidikan yang mampu menumbuhkan semangat menjunjung tinggi HAM, dan (4)
pendidikan yang mampu membangun keutuhan pribadi manusia berbudaya.
Dari persoalan tersebut diatas, jelas bahwa dunia
pendidikan kita masih jauh dari nilai-nilai yang ingin dicapai. Apa yang salah
dari ini semua? Sebuah pertanyaan yang mungkin akan kita jawab bersama sebagai
manusia yang peduli terhadap dunia pendidikan. Kalau kita cermati lebih jauh,
apa yang telah diperbuat oleh lembaga pendidikan dewasa ini - yang telah dengan
susah payah menerapkan berbagai teori manajemen pendidikan yang cocok untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan – masih jauh dari harapan yang
sebenarnya.
Kebijakan mulai dari CBSA (cara belajar siswa aktif) sampai
sekarang yang didengung-dengungkan dengan KBK (kurikulum berbasis kompetensi)
adalah berbagai upaya dunia pendidikan kita untuk mencerdaskan anak didiknya
sesuai dengan perkembangan zaman. Muncul lagi MBS (manajemen berbasis sekolah)
adalah sebuah alternatif pemecahan yang menginginkan pengelolaan pendidikan
yang dibebankan kepada sekolah, sehingga apa yang diinginkan suatu daerah
(lembaga pendidikan) terhadap potensi anak didiknya bisa tersalurkan dengan
baik. Ini adalah sedikit tentang bagaimana sebenarnya penerapan pendidikan di Indonesia,
dn masih banyak lagi model-model yang diterapkan.
Kalau kita lihat bagaimana sebuah lembaga pendidikan
menerapkan apa yang telah ada dalam teori manajemen pendidikan, maka mungkin
apa yang terjadi di atas minimal dapat terhindarkan. Lagi-lagi itu semua karena
kebijakan pendidikan kita selama ini masih sangat semrawut. Sehingga hasil yang
diharapkan dari komponen-komponen penyelenggara pendidikan antara satu komponen
dengan komponen yang lain masih sangat jauh berbeda bahkan ada yang
bertentangan.
- Beberapa Masalah Manajemen di Indonesia
Sejak zaman orde lama, orde baru sampai sekarang zaman
reformasi, sistem pendidikan Nasional kita masih belum mempunyai perubahan yang
signifikan. Persoalan pendidikan di Indonesia dewasa ini sangat
kompleks. Permasalahan yang besar antara lain menyangkut persoalan mutu
pendidikan, pemerataan pendidikan, dan manajemen pendidikan. Mengenai mutu
pendidikan menurut Paul Suparno adalah masalah mengenai kurikulum, proses
pembelajaran, evaluasi, buku ajar, mutu guru, sarana dan prasarana. Termasuk
pemerataan pendidikan adalah masih banyaknya anak umur sekolah yang tidak dapat
menikmati pendidikan formal di sekolah. Sedang persoalan manajemen pendidikan
adalah menyangkut segala macam pengaturan pendidikan seperti otonomi
pendidikan, birokrasi, dan transparansi agar kualitas dam pemerataan pendidikan
dapat terselesaikan.
Inilah persoalan yang besar sebenarnya, karena bagaimanapun
juga ketika sebuah intitusi pendidikan tidak mempunyai sistim manajemen
pendidikan yang baik, maka dapat dipastikan mutu pendidikannya pun bisa jadi
tidak baik pula. Sebagaimana yang dirasakan dalam sistem manajemen pendidikan
kita dewasa ini, dengan munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dimungkinkan
akan sedikit menjawab persoalan tersebut.
Di atas juga sudah diterangkan tentang manajemen secara
umum yang itu diterapkan dalan manajemen pendidikan kita. Seperti halnya sistem
manajemen yang ditemukan oleh tokoh-tokoh manajemen, yaitu (POAC) Planning,
Organizing, Actuating, dan Controling. Adalah sistem manajemen yang sangat luar
biasa ketika itu dilakasanakan dengan sempurna.
Sistem Manajemen Pendidikan yang terjadi di Indonesia
sejak zaman orde baru (yang masih menggunakan manajemen pendidikan
sentralistik) sampai kemudian muncul Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang
sudah cenderung kepada otomisasi lembaga-lembaga pendidikan (desentralisasi
pendidikan), mempunyai arti yang sangat luas. Disamping mempunyai kekurangan
dan kelebihan masing-masing. Persoalan inilah yang akan kita bahas selanjutnya.
D.
Analisis
Sejak zaman Orde Baru telah banyak yang di capai dalam
pembangunan nasional termasuk bidang pendidikan. Kemajuan ini juga mendapat
pengakuan dari seluruh dunia dengan diberikannya penghargaan Avisiena kepada
Presiden Republik Indonesia
karena keberhasilan melaksanakan wajib belajar sekolah dasar. Namun
ditengah-tengah kesuksesan yang telah dicapai tersebut masih banyak
permasalahan yang perlu diselesaikan, seperti halnya pengangguran tenaga-tenaga
terdidik hasil dari sistem pendidikan kita. Disatu pihak pendidikan kita telah
melahirkan lulusan pendidikan tinggi dan menengah tetapi dilain pihak menambah
pengangguran.
Sebagaimana dijelaskan oleh H.A.R Tilaar, bahwa di dalam
sistem pendidikan sekurang-kurangnya berisi faktor-faktor biaya, pengelola,
institusi, dan sistem manajemennya. Sistem manajemen pendidikan kita (era orde
lama dan orde baru) masih terlalu sentralistik (pemerintah pusat), sebagaimana
kita tahu bahwa suatu sistem yang sentralistik dan birokratik, maka ruang-gerak
untuk inovasi sangat terbatas. Demikian pula kreativitas dari para pendidiknya
boleh dikatakan menjadi hilang karena segala sesuatu telah ditentukan menurut
garis-garis yang ditentukan. Sehingga apa yang diinginkan daerah (lembaga
pendidikan) tidak tercapai karena sifat yang sentralistik tersebut. Hasilnya
adalah jumlah out-put banyak namun itu menambah pengangguran yang banyak pula.
Pada era reformasi mulai muncul Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) seiring dengan bergulirnya otonomi daerah (pelimpahan wewenang pemerintah
pusat pada pemerintah daerah). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam
bahasa Inggris disebut ”School Based Management” merupakan strategi yang jitu
untuk mencapai manajemen sekolah yang efektif dan efisien. Konsep ini pertama
kali muncul di Amerika Serikat, latar belakangnya adalah ketika itu masyarakat
mempertanyakan apa yang dapat diberikan sekolah kepada masyarakat dan juga apa
relevansi dan korelasi pendidikan dengan tuntutan maupun kebutuhan masyarakat.
Model MBS ini adalah suatu ide dimana kekuasaan pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling
dekat dengan proses belajar mengajar, yakni sekolah. Konsep ini didasarkan pada
“Self Determination Theory” yang menyatakan bahwa apabila seseorang atau
kelompok memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri, maka orang atau
kelompok tersebut akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan
apa yang telah diputuskan tersebut. Dalam pelaksanaan MBS tersirat adanya tugas
sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan menggunakan strategi yang lebih
memberdayakan semua potensi sekolah secara optimal.
Sisi kelebihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
dibandingkan dengan model sentralistik adalah sekolah memiliki kekuasaan,
antara lain : (1) mengambil keputusan berkaitan dengan pengelolaan kurikulum; (2)
keputusan berkaitan dengan rekruitmen dan pengelolaan guru dan pegawai
administrasi; (3) keputusan berkaitan dengan pengelolaan sekolah. Dengan
demikian dapat dilihat sekaligus ditegaskan bahwa model MBS ini pada hakekatnya
adalah memberikan otonomi yang lebih luas kepada sekolah, dengan tujuan akhir
meningkatkan mutu hasil penyelenggaraan pendidikan melalui peningkatan kinerja
dan partisipasi semua stakeholdernya.
Demikian pula yang disampaikan Mulyasa bahwa kewenangan
yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki
tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut : (1)
Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta
didik, orang tua, dan guru; (2) Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya
lokal; dan (3) Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti
kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral
guru, dan iklim sekolah.
Disamping itu dalam sebuah sekolah, tanggung jawab pokok
untuk pembentukan moral dan intelektual akhirnya tidak terletak pada salah satu
prosedur atau kegiatan baik intra-kurikuler maupun ekstra-kurikuler; akan
tetapi terletak pada pengajarnya. Sekolah merupakan kebersamaan bersemuka,
tempat hubungan personel otentik antara pengajar dan pelajar dapat berkembang.
Tanpa persahabatan ragam itu banyak kekuatan dari pendidikan dan pengajaran
akan menghilang. Hubungan saling percaya dan persahabatan otentik antara
pengajar dan pelajar merupakan syarat mutlak pertumbuhan sejati dari komitmen
kepada nilai-nilai. Proses itu semua akan terwujud ketika berada dalam ruang
lingkup manajemen yang baik, dan ini menurut J. Drost, SJ akan terwujud dalam
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa, Dr. M.Pd.,
Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi dan Implementasi), Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya, cet. 3 & 4, 2003.
H. Syaiful Sagala, Dr.
M.Pd., Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung. 2000.
H.A.R. Tilaar, Prof. Dr.
M.Sc.Ed., Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional (dalam perspektif abad
21), Magelang, Tera Indonesia.
1998.
J. Drost, SJ., Dari KBK
(Kurikulum Bertujuan Kompetensi) Sampai MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Jakarta, PT. Kompas Media
Nusantara, 2005.
Luwis R. Benston,
Supervision and Management, New York, McGraw Hill Book Company, 1972.
Made Pidarta, Prof. Dr.,
Manajemen Pendidikan Indonesia,
Crt. II, Jakarta,
Rineka Cipta, 2004.
Mamduh M. Hanafi, Drs.
MBA, Manajemen, Yogyakarta, Unit Penerbitan
dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 1997.
Sondang P. Siagian,
Filsafat Administrasi, Jakarta,
Gunung Agung, 1985.
Undang-undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya, Yogyakarta, Media Wacana Press, 2003.
Wajong J, Fungsi
Administrasi Negara, Jakarta,
Djambatan, 1983.
________________________________________
[1] Undang-undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya,
Yogyakarta, Media Wacana Press, 2003. hlm. 9
[2] Drs. Mamduh M.
Hanafi, MBA, Manajemen, Yogyakarta, Unit
Penerbitan dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 1997. hlm. 30
[3] Prof. Dr. Made
Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia,
Crt. II, Jakarta,
Rineka Cipta, 2004, hlm. 1
[4] Wajong J, Fungsi
Administrasi Negara, Jakarta,
Djambatan, 1983. hlm. 01 & 27.
[5] Luwis R. Benston,
Supervision and Management, New York, McGraw Hill Book Company, 1972, hlm.
278-279.
[6] Drs. Mamduh M.
Hanafi, MBA, Op_Cit., hlm. 6
[7] Dr. H. Syaiul Sagala,
M.Pd, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung, Alfabeta, 2000, hlm. 22
[8] Sondang P. Siagian,
Filsafat Administrasi, Jakarta,
Gunung Agung, 1985.
[9] Prof. Dr. Made
Pidarta, Op_Cit., hlm. 04
[10] Drs. Mamduh M.
Hanafi, MBA, Op_Cit., hlm. 46
[11] J. Drost, SJ., Dari
KBK (Kurikulum Bertujuan Kompetensi) Sampai MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Jakarta, PT. Kompas Media
Nusantara. 2005. hlm. ix.
[12] Prof. Dr. H.A.R.
Tilaar, M.Sc.Ed., Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional (dalam
perspektif abad 21), Magelang, Tera Indonesia. 1998. hlm. 75
[13] Ibid. hlm. 79.
[14] Dr. H. Syaiful
Sagala, M.Pd., Op_Cit., hlm. 78.
[15] Ibid., hlm. 79.
[16] Dr. E. Mulyasa,
M.Pd., Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi dan Implementasi), Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya, cet. 3 & 4, 2003. hlm. 24.
[17] J. Drost, SJ.,
Op_Cit., hlm. 120-125.
No comments:
Post a Comment