"SELAMAT DATANG DI WANDI KOMPUTER" Menerima Pengetikan, Pengolahan Data Skripsi (Perhitungan Manual dan SPSS), Bimbingan Skripsi, Service Komputer dan Kursus Komputer. Statistik, Olah Data SPSS, Kumpulan Judul Skripsi Bimbingan dan Konseling Dll.

web stats

Tuesday 16 December 2014

BROKEN HOME



MAKALAH BROKEN HOME
I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Pada masa ini adalah remaja mencari jati diri. Pencaharian jati diri merupakan proses dari perkembangan pribadi anak. Menurut Erickson (dalam Kartini kartono, 2003 : 8) “Masa remaja merupakan masa pencaharian suatu identitas menuju kedewasaan”. Untuk membantu remaja pada masa transisi ini yang sangat berperan disini adalah keluarga, seperti diungkapkan Satiadarma (2001 : 121) “Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar berinteraksi sosial”. Jadi disini keluargalah yang bertanggung jawab dalam perkembangan sosial anak. Pada hakekatnya keluargalah wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak remaja yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya, selain sebagai pembentukan masing-masing anggota terutama anak peranan terpenting dalam keluarga memenuhi kebutuhan anak baik kebutuhan fisik maupun psikis. Maslow (dalam Syamsu Yusuf, 2001 : 38) “Tahap perkembangan psikologi dalam kehidupan seseorang individu dan itu semua bergantung pengalaman dalam keluarga”. Jadi dari keluargalah semua itu berasal, kalau anak remaja dibesarkan dari keluarga yang utuh / tidak broken home maka perkembangan anaknya akan mengarah kearah yang baik atau sebaliknya, menurut Kartini Kartono (2003 : 57) “Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak”. Lalu bagaimana perkembangan remaja yang berada dalam keluarga yang broken home? Dan bagaimana pula dampaknya bagi perkembangan remaja? Maka didalam makalah ini penulis akan mencoba menguraikannya.

1.2 Tujuan penulisan
Didalam penulisan makalah ini bertujuan supaya orang tua lebih memperhatikan perkembangan anak dan tidak hanya mementingkan egonya masing-masing seperti berpisah atau bercerai, karena sikap orang tua itu sangat berpengaruh pada perkembangan anak terutama remaja. Menuurut Kartini Kartono (1986 : 45) “Sikap dan prilaku orang tua dalam hubungan dengan anak-anak mempengaruhi setiap pertumbuhan dan perkembangan.

1.3 Sistematika Penulisan
Makalah ini berisikan empat bab. Bab yang pertama yaitu pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab yang kedua yaitu pembahasan tentang pengetian keluarga, fungsi keluarga, penyebab keluarga broken home, dan bab yang ketiga berisi pengertian remaja. Pengertian perkembangan dan tugas-tugas perkembangan serta dampak keluarga broken home terhadap perkembangan remaja sedangkan pada bab keempat adalah penutup yang mencakup kesimpulan dan saran

1.4 Manfaat Penulisan
Dalam pembuatan makalah kali ini diharapkan untuk semua elemen masyarakat menyadari bahwa bahaya dari sifat broken home itu sendiri agar anggota keluarga kita tidak terkena atau terpengaruh dari sifat itu. Oleh karena itu diharapkan agar semua masyarakat memperhatiakan satu sama lain antara anggota keluarga jika ingin keluarga kita sendiri lepas atau tidak berhubungan sekali dengan yang namanya broken home.













BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan Keluarga
Keluarga berarti nuclear family yaitu terdiri dari ayah, ibu dan anak, ayah dan ibu secara ideal tidak terpisahkan tetapi bahu-membahu dalam melaksanakan tanggung jawab. Menurut Sayekti Pujosowarno (1994 : 11) : Keluarga merupakan sesuatu persetujuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seseorang laki-laki, perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam rumah tangga.
Adapun menurut Bustaman (2001 : 89) : Keluarga adalah kelompok-kelompok orang yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan perakwinan darah atau adonpsi yang membantuk satu sama lain dan berikatan dengan melalui peran-peran tersendiri sebagai anggota keluarga dan pertahanan kebudayaan masyarakat yang berlaku dan menciptakan kebudayaan itu sendiri
Pengetian lain juga dikemukakan oleh Siti Meichati (dalam sayekti pujosuwarno, 1994 : 54), Keluarga adalah suatu ikatan sehuluan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seseorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak baik anak sendiri/adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Sedangkan menurut soerjono soekanto (1992: 1) “Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri dari suami, istri beserta anak-anaknya”. Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang merupakan pondasi pertama bagi perkembangan anak untuk selanjutnya. Menurut Kartini Kartono (2003 : 57) “keluarga merupakan unit sosial terkecil yang meberikan pondasi primer bagi perkembangan anak”. Jadi, dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang dilikat dengan tali perkawinan yang terdiri atas ayah, ibu dan anak

2.2 Keluarga Harmonis
Agar remaja dan anak mengalami perkembangan yang baik, yaitu berkembang dengan prinsip-prinsip perkembangan, sebaiknya remaja dan anak diperhatikan dilingkungan keluarga yang harmonis. Pengertian keluarga harmonis dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut. Menurut Mahfudi (1995 : 48). Keluarga harmonis adalah hidup bahagia didalam ikatan cinta, kasih suami istri yang didasari oleh kerelaan, keselarasan hidup dalam ketenangan lahir dan batin karena merasa cukup puas atas segala sesuatu yang ada. Seiring dengan itu Singgih D. Gunawa (1995 : 20), menyatakan bahwa : “Keluarga bahagia adalah bila mana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekacauan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya. Jadi keluarga harimonis adalah keluarga yang bahagia yang ditandai dengan hidup tentram jauh dari kehancuran.

2.3 Fungsi Keluarga
1. Fungsi Pendidikan
Pendidikan dapat dilaksanakan dalam lingkungan tertentu seperti dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang paling utama karena anak mengenal pendidikan. Adapun menurut Sayekti Pujosuwarno (1994 : 19) jika orang tuanya hidup rukun dan damai maka akan dapat membantu anak-anak yang baik tetapi sebaliknya, keluarga yang berantakan orang tua hidup tidak tentram, suram, kacau akan membuat anak hidup kacau dan tidak tentram.
2. Fungsi Sosial
Keluarga merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan anak, keluarga sebagai kelompok diantara para anggota dan disitulah terjadinya proses sosialisasi (Sayekti Pujosowarno, 1994 : 21).
3. Perlindungan dan pemeliharaan
Keluarga juga berfungsi sebagai pelindungan dan pemeliharaan terhadap semua anggota keluarga pelindung terhadap anggota-anggota keluarga meliputi pelindungan dan pemeliharaan terhadap kebutuhan jasmani dan rohani (Sayekti Pujosuwarno, 1994 : 18)

2.4 Arti Broken Home
Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi.Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka Cuma ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi.
Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki – laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman – teman nya yang secara tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak. Maka dari itu mereka berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Tetapi sayang, sebagian dari mereka melakukan cara yang salah misalnya : mencari perhatian guru dengan bertindak brutal di dalam kelas, bertindak aneh agar mendapat perhatian orang lain, dll.
Kalau sudah brutal otomatis bisa salah pergaulan. Lalu mereka mulai melirik yang namanya rokok. Awalnya hanya sekali hisap, lama-lama jadi berkali-kali. Kemudian setelah merokok, mereka mulai mencoba yang namanya narkoba, miras dll. Waduw, sudah semakin kacau aja nih. Kalau sudah seperti itu, siapa yang patut disalahkan ? Orang tua tidak dapat disalahkan sepenuhnya tapi anak juga tidak dapat disalahkan 100%. Kesalahan orang tua adalah mereka terlalu sibuk dengan masalah mereka hingga mereka lupa bahwa mereka memiliki anak yang wajib diperhatikan. Lalu kadang mereka juga menganggap bahwa anak tidak perlu tahu masalah mereka. Padahal setidaknya mereka harus menjelaskan tentang masalah mereka ke anak agar tidak terjadi kesalahpahaman. Lalu untuk si Anak, mari kita berpikir yang logis dan tidak nyleneh.

2.5 Penyebab Broken Home
Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya Broken Home adalah :
1. Terjadinya perceraian,
2. Ketidak dewasaan sikap orang tua yang berkelahi di depan anak-anak,
3. Tidak bertanggung jawabnya orang tua sehingga tidak memikirkan dampak dalam kehidupan anak-anak mereka,
4. Jauh dari tuhan, sehingga masalah-masalah tidak diserahkan kepada tuhan,
5. kehilangan kehangatan dio dalam keluarga antara orang tua dan anak .
Gangguan kejiwaan pada seorang Broken Home :
1. Broken Heart
Si pemuda merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si pemuda tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat keanehan sexual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi simpanan orang, tertarik dengan istri atau suami orang lain dan lain-lain
2. Broken Relation
Si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung “semau gue”.
3. Broken Values
Si pemuda kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. Baginya dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang ”menyenangkan” dan yang ”tidak menyenangkan”, pokoknya apa saja yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya lakukan.

Sikap Negatif dalam menghadapi Broken Home :
1. Denial
Si pemuda sepertinya tidak menunjukan reaksi apa apa bahkan cenderung menyangkal : ah memang mereka begitu, tapi ah, kenapa memang?” mereka tidak tertarik untuk membicarakannya . padahal justru di saat saat seperti ini ia butuh bimbingan dan kekuatan dari


2. Shame
Si pemuda dibalik penyangkalannya merasa begitu malu, akan keberadaan hidupnya. Ditunjukan dengan khayalan khayalan”seandainya saya memiliki orang tua yang bahagia”.
3. Guilt
Si pemuda merasa kecil hati karena jangan-jangan keberadaannya juga salah satu penyebab keributan atau perceraian mereka; atau merasa “koq saya tidak dapat berbuat apa-apa sih”.
4. Anger
Sebagian pemuda lain akan merasa begitu kesal sebab menurut mereka banyak keributan orang tua yang tidak rasional. ”masa Cuma itu aja diributin tidak dewasa benar sih”.
5. Iini Secure
si pemuda merasa kemana ia harus lari, keluarga sudah menjadi tempat yang menakutkan, tidak aman dan damai.

Efek-efek kehidupan seorang Broken Home :
1. Academic Problem, seseorang yang mengalami Broken Home akan menjadi orang yang malas belajar, dan tidak bersemangat serta tidak berprestasi
2. Behavioural Problem, mereka mulai memberontak, kasar, masa bodoh, memiliki kebiasaan merusak, seperti mulai merokok, minum-minuman keras, judi dan lari ketempat pelacuran.
3. Sexual problem, krisis kasih mau coba ditutupi dengan mencukupi kebutuhan hawa nafsu
4. Spiritual problem, mereka kehilangan Father’s figure sehingga tuhan, pendeta atau orang-orang rohani hanya bagian dari sebuah sandiwara kemunafikan

Menghadapi Broken Home dengan positif :
1. Tariklah pelajaran positif dari masalah tersebut
2. Dekatkan pada tuhan
3. Jangan menghakimi semua orang karena keadaan tersebut
4. tetap menjaga diri dan memegang Teguh kebenaran
5. Broken Home bukanlah akhir dunia







PRANATA INDONESIA
BROKEN HOME
MAKALAH PANCSILA
http://dc430.4shared.com/doc/s4rdTec_/preview_html_m70dbe947.gifhttp://dc430.4shared.com/doc/s4rdTec_/preview_html_m70dbe947.gif

Hani Hadiyanti
KOMPUTER AKUNTANSI
http://dc430.4shared.com/doc/s4rdTec_/preview_html_m6ee023e6.gif



Istilah "broken home" biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat ortu kita tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah kurangnyaperhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka Cuma ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan kita di masyarakat.

  • BAGAIMANA dan kapan ITU TRJADI?

Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki – laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman – teman nya yang secara tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak.
Maka dari itu mereka berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Tetapi sayang, sebagian dari mereka melakukan cara yang salah misalnya : mencari perhatian guru dengan bertindak brutal di dalam kelas, bertindak aneh agar mendapat perhatian orang lain, dll.

    • AKIBAT YANG DI TIMBULKAN

Kalau sudah brutal otomatis bisa salah pergaulan. Lalu mereka mulai melirik yang namanya Rokok. Awalnya hanya sekali hisap, lama – lama jadi berkali-kali. Kemudian setelah merokok, mereka mulai mencoba yang namanya NARKOBA, MIRAS dll. Waduw, sudah
semakin kacau aja nih…
Kalau sudah seperti itu, siapa yang patut disalahkan ? Orang tua tidak dapat disalahkan sepenuhnya tapi anak juga tidak dapat disalahkan 100%. Kesalahan orang tua adalah mereka terlalu sibuk dengan masalah mereka hingga mereka lupa bahwa mereka memiliki anak yang wajib diperhatikan. Lalu kadang mereka juga menganggap bahwa anak tidak perlu tahu masalah mereka. Padahal setidaknya mereka harus menjelaskan tentang masalah mereka ke anak agar tidak terjadi kesalahpahaman. Lalu untuk si Anak, mari kita berpikir yang logis dan tidak nyleneh.

  1. DEPRESI PADA ANAK


Depresi tidak hanya terjadi pada orang dewasa, anak-anak dan remaja juga bisa mengalami depresi. Kabar baiknya adalah bahwa depresi merupakan penyakit yang dapat diobati. Depresi didefinisikan sebagai suatu penyakit ketika perasaan depresi tersebut bertahan dan mengganggu aktifitas dan kemampuan anak atau remaja tersebut.

Sekitar 5 persen dari anak-anak dan remaja diyakini pernah mengalami depresi. Anak-anak yang mengalami stress, mengalami kehilangan (orang atau barang atau apapun), anak yang sedang belajar, atau anak yang mengalami gangguan kecemasan berada pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita depresi. Depresi juga cenderung untuk terjadi dalam keluarga.

Perilaku anak-anak dan remaja yang mengalami depresi mungkin berbeda dari perilaku orang dewasa yang depresi. Orangtua sebaiknya berhati-hati dan waspada terhadap tanda-tanda depresi yang mungkin terdapat pada anak-anak mereka.
Seorang anak yang dulu sering bermain dengan teman-temannya mungkin sekarang menghabiskan sebagian besar waktunya sendirian saja dan sering tanpa aktifitas apapun. Aktifitas yang biasanya menyenangkan sekarang hanya membawa sedikit kegembiraan untuk anak yang mengalami depresi. Anak-anak dan remaja yang mengalami depresi mungkin mengatakan mereka ingin mati atau mungkin berbicara tentang bunuh diri. Depresi juga dapat menyebabkan si anak atau remaja mengkonsumsi minuman keras atau narkoba yang dianggapnya sebagai cara yang bisa mengatasi depresinya.
  1. Bunuh Diri di Kalangan Remaja
Berbagai kejadian atau upaya bunuh diri di kalangan remaja akhir-akhir ini banyak terjadi. Banyak faktor yang dapat memicu remaja untuk melakukan tindakan bunuh diri antara lain : depresi, kebingungan, keraguan diri, tuntutan dari orang tua untuk sukses, masalah keuangan, masalah hubungan dengan teman, ketakutan ketika tumbuh menjadi dewasa, perceraian orang tua, dan faktor-faktor lainnya, Bagi beberapa remaja, ide bunuh diri dapat muncul sebagai solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Jika seorang anak atau remaja berkata, aku ingin bunuh diri, atau aku akan bunuh diri, orang tua sebaiknya memberikan perhatian yang serius dan segera melakukan upaya untuk mengatasinya. Orang sering merasa tidak nyaman ketika berbicara tentang kematian. Namun, ketika orang tua melihat tanda-tanda depresi pada si anak, segera bicarakan dengan si anak, ada permasalahan apa yang menimpanya dan cari solusinya. Jika orang tua merasa tidak mampu mengatasinya sendirian, bawalah ke dokter. Dengan dukungan dari keluarga dan perawatan yang tepat, anak-anak dan remaja yang depresi dan berkeinginan untuk bunuh diri dapat disembuhkan dan kembali menjalani aktifitasnya seperti biasa.

  1. Remaja dan masalah narkoba/miras
Beberapa remaja dapat terjerumus ke dalam masalah narkoba dan miras karena pengaruh dari lingkungan pergaulan. Mereka yang memakai selalu mempunyai “kelompok pemakai”. Awalnya seseorang hanya mencoba-coba karena keluarga atau teman-teman menggunakannya, namun ada yang kemudian menjadi kebiasaan.
Pada remaja yang kecewa dengan kondisi diri atau keluarganya, sering menjadi lebih suka untuk mengorbankan apa saja demi hubungan baik dengan teman-teman khususnya. Adanya “ajakan” atau “tawaran” dari teman serta banyaknya film dan sarana hiburan yang memberikan contoh “model pergaulan modern” biasanya mendorong mereka kepada pemakaian secara berkelompok

  1. KEKERASAN PADA ANAK DALAM RUMAH TANGGA

Ada beberapa situasi yang menyulitkan orang tua dalam menghadapi anak sehingga tanpa disadari mengatakan atau melakukan sesuatu yang tanpa disadari dapat membahayakan atau melukai anak, biasanya tanpa alasan yang jelas. Kejadian seperti inilah yang disebut penganiayaan terhadap anak. Dalam beberapa laporan penelitian, penganiayaan terhadap anak dapat meliputi: penyiksaan fisik, penyiksaan emosi, pelecehan seksual, dan pengabaian.
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya penganiayaan terhadap anak antara lain immaturitas/ketidakmatangan orang tua, kurangnya pengetahuan bagaimana menjadi orang tua, harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan dan perilaku anak, pengalaman negatif masa kecil dari orang tua, isolasi sosial, problem rumah tangga, serta problem obat-obat terlarang dan alkohol. Ada juga orang tua yang tidak menyukai peran sebagai orang tua sehingga terlibat pertentangan dengan pasangan dan tanpa menyadari bayi/anak menjadi sasaran amarah dan kebencian.

Penyiksaan fisik
Segala bentuk penyiksaan fisik terjadi ketika orang tua frustrasi atau marah, kemudian melakukan tindakan-tindakan agresif secara fisik, dapat berupa cubitan, pukulan, tendangan, menyulut dengan rokok, membakar, dan tindakan - tindakan lain yang dapat membahayakan anak. Sangat sulit dibayangkan bagaimana orang tua dapat melukai anaknya. Sering kali penyiksaan fisik adalah hasil dari hukuman fisik yang bertujuan menegakkan disiplin, yang tidak sesuai dengan usia anak. Banyak orang tua ingin menjadi orang tua yang baik, tapi lepas kendali dalam mengatasi perilaku sang anak.






Efek dari penyiksaan fisik
Penyiksaan yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, dan meninggalkan bekas baik fisik maupun psikis, anak menjadi menarik diri, merasa tidak aman, sukar mengembangkan trust kepada orang lain, perilaku merusak, dll. Dan bila kejadian berulang ini terjadi maka proses recoverynya membutuhkan waktu yang lebih lama pula.
Penyiksaan emosi

Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan orang lain. Jika hal ini menjadi pola perilaku maka akan mengganggu proses perkembangan anak selanjutnya. Hal ini dikarenakan konsep diri anak terganggu, selanjutnya anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi. Anak yang terus menerus dipermalukan, dihina, diancam atau ditolak akan menimbulkan penderitaan yang tidak kalah hebatnya dari penderitaan fisik.

Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah:
Penolakan
Orang tua mengatakan kepada anak bahwa dia tidak diinginkan, mengusir anak, atau memanggil anak dengan sebutan yang kurang menyenangkan. Kadang anak menjadi kambing hitam segala problem yang ada dalam keluarga.
Tidak diperhatikan
Orang tua yang mempunyai masalah emosional biasanya tidak dapat merespon kebutuhan anak-anak mereka. Orang tua jenis ini mengalami problem kelekatan dengan anak. Mereka menunjukkan sikap tidak tertarik pada anak, sukar memberi kasih sayang, atau bahkan tidak menyadari akan kehadiran anaknya. Banyak orang tua yang secara fisik selalu ada disamping anak, tetapi secara emosi sama sekali tidak memenuhi kebutuhan emosional anak.
Ancaman
Orang tua mengkritik, menghukum atau bahkan mengancam anak. Dalam jangka panjang keadaan ini mengakibatkan anak terlambat  perkembangannya, atau bahkan terancam kematian.
Pembiaran
Membiarkan anak terlibat penyalahgunaan obat dan alkohol, berlaku kejam terhadap binatang, melihat tayangan porno, atau terlibat dalam tindak kejahatan seperti mencuri, berjudi, berbohong, dan sebagainya. Untuk anak yang lebih kecil, membiarkannya menonton adegan-adegan kekerasan dan tidak masuk akal di televisi termasuk juga dalam kategori penyiksaan emosi.


Efek dari penyiksaan emosi
Penyiksaan emosi sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Dengan begitu, usaha untuk menghentikannya juga tidak mudah. Jenis penyiksaan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak seperti tiba-tiba membakar barang atau bertindak kejam terhadap binatang, beberapa melakukan agresi, menarik diri, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.

Pelecehan seksual
Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas seksual dimana anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang diterimanya.
Semua tindakan yang melibatkan anak dalam kesenangan seksual masuk dalam kategori ini:
  • Pelecehan seksual tanpa sentuhan. Termasuk di dalamnya jika anak melihat pornografi, atau exhibitionisme, dsb.
  • Pelecehan seksual dengan sentuhan. Semua tindakan anak menyentuh organ seksual orang dewasa termasuk dalam kategori ini. Atau adanya penetrasi ke dalam vagina atau anak dengan benda apapun yang tidak mempunyai tujuan medis.
  • Eksploitasi seksual. Meliputi semua tindakan yang menyebabkan anak masuk dalam tujuan prostitusi, atau menggunakan anak sebagai model foto atau film porno.
Ada beberapa indikasi yang patut kita perhatikan berkaitan dengan pelecehan seksual yang mungkin menimpa anak seperti keluhan sakit atau gatal pada vagina anak, kesulitan duduk atau berjalan, atau menunjukkan gejala kelainan seksual.

Efek pelecehan seksual
Banyak sekali pengaruh buruk yang ditimbulkan dari pelecehan seksual. Pada anak yang masih kecil dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll. Pada remaja, mungkin secara tidak diduga menyulut api, mencuri, melarikan diri dari rumah, mandi terus menerus, menarik diri dan menjadi pasif, menjadi agresif dengan teman kelompoknya, prestasi belajar menurun, terlibat kejahatan, penyalahgunaan obat atau alkohol, dsb.

Pengabaian anak
Pengabaian terhadap anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala ketiadaan perhatian yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Pengabaian anak banyak dilaporkan sebagai kasus terbesar dalam kasus penganiayaan terhadap anak dalam keluarga.

Jenis-jenis pengabaian anak:
  • Pengabaian fisik merupakan kasus terbanyak. Misalnya keterlambatan mencari bantuan medis, pengawasan yang kurang memadai, serta tidak tersedianya kebutuhan akan rasa aman dalam keluarga.
  • Pengabaian pendidikan terjadi ketika anak seakan-akan mendapat pendidikan yang sesuai padahal anak tidak dapat berprestasi secara optimal. Lama kelamaan hal ini dapat mengakibatkan prestasi sekolah yang semakin menurun.
  • Pengabaian secara emosi dapat terjadi misalnya ketika orang tua tidak menyadari kehadiran anak ketika ´ribut´ dengan pasangannya. Atau orang tua memberikan perlakuan dan kasih sayang yang berbeda diantara anakanaknya.
  • Pengabaian fasilitas medis. Hal ini terjadi ketika orang tua gagal menyediakan layanan medis untuk anak meskipun secara finansial memadai. Dalam beberapa kasus orang tua memberi pengobatan tradisional terlebih dahulu, jika belum sembuh barulah kembali ke layanan dokter.


Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar/kecil dampak yang diderita anak
Disamping segala bentuk penganiayaan yang dialami anak sebagaimana yang tercantum diatas, ada beberapa hal yang mempunyai andil dalam besar / kecilnya dampak yang diderita anak, antara lain:
  • Faktor usia anak. Semakin muda usia anak maka akan menimbulkan akibat yang lebih fatal.
  • Siapa yang terlibat. Jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tua, ayah atau ibu tiri, atau anggota keluarga maka dampaknya akan lebih parah daripada yang melakukannya orang yang tidak dikenal.
  • Seberapa parah. Semakin sering dan semakin buruk perlakuan yang diterima anak akan memperburuk kondisi anak.
  • Berapa lama terjadi. Semakin lama kejadian berlangsung akan semakin meninggalkan trauma yang membekas pada diri anak.
  • Jika anak mengungkapkan penganiayaan yang dialaminya, dan menerima dukungan dari orang lain atau anggota keluarga yang dapat mencintai, mengasihi dan memperhatikannya maka kejadiannya tidak menjadi lebih parah sebagaimana jika anak justru tidak dipercaya atau disalahkan.
  • Tingkatan sosial ekonomi. Anak pada keluarga dengan status sosial ekonomi rendah cenderung lebih merasakan dampak negatif dari penganiayaan anak.
Dalam beberapa kasus anak-anak yang mengalami penganiayaan tidak menunjukkan gejala-gejala seperti diatas. Banyak faktor lain yang berpengaruh seperti seberapa kuat status mental anak, kemampuan anak mengatasi masalah dan penyesuaian diri. Ada kemungkinan anak tidak mau menceritakannya karena takut diancam, atau bahkan dia mencintai orang yang melakukan penganiyaan tersebut. Dalam hal ini anak biasanya menghindari adanya tindakan hukum yang akan menimpa orang-orang yang dicintainya, seperti orang tua, anggota keluarga atau pengasuh
SOLUSINYA !!

Nah, buat kita-kita yang mengalami broken home, gimana sih cara mengatasinya supaya kita tetap merasa "baik-baik" saja dan tidak menjadi malu serta tidak percaya diri atau lari dari masalah dengan cara-cara yang salah?
Sebenarnya ada banyak cara yang bisa kita lakukan apabila kita terjebak dalam situasi yang tidak mengenakkan ini. Awalnya sih sulit dan tidak gampang karena kita mesti menghadapi situasi yang belum pernah kita hadapi sebelumnya. Namun, bukankah setiap permasalahan itu ada jalan keluarnya? Nah, berikut ini ada beberapa cara ampuh untuk mengatasi situasi seperti itu.
Hadapi semuanya dengan sikap positif

Tidaklah semua yang terjadi itu merupakan hal buruk meskipun itu sesuatu yang berdampak negatif ke kita. Kita harus mencoba menerima keadaan dan berusaha tegar. Hal ini akan membantu kita mengatasi masalah tersebut.

Berpikir positif


Peristiwa yang kita alami kita lihat dari sisi positifnya. Karena di balik semua masalah pasti ada hikmah yang dapat kita petik. Jadikan itu semua sebagai proses pembelajaran bagi kita sebagai remaja menuju tahap kedewasaan. Jauhkan segala pikiran buruk yang bisa menjerumuskan kita ke jurang kehancuran, seperti memakai narkoba, minum-minuman keras, malah sampai mencoba untuk bunuh diri.





Jangan terjebak dengan situasi dan kondisi

Yang jelas, kita enggak boleh terjebak dengan situasi dan menghakimi orangtua atau diri sendiri atas apa yang terjadi serta marah dengan keadaan ini. Alangkah baiknya apabila kita bisa memulai untuk menerima itu semua dan mencoba menjadi lebih baik. Keterpurukan bukanlah jalan keluar. Sebaiknya sih kita bisa tegar dan mencoba bangkit untuk menghadapi cobaan ini. Tetap berusaha itu kuncinya.

Mencoba hal-hal baru
Tidak ada salahnya kita mencoba sesuatu yang baru, asal bersifat positif dan dapat membentuk karakter positif di dalam diri kita. Contohnya, mencoba hobi baru, seperti olahraga ekstrem (hiking, rafting, skating atau olahraga alam) yang dapat membuat kita bisa lebih fresh (segar) dan melupakan hal-hal yang buruk.







Cari tempat untuk berbagi

Kita enggak sendirian lho, karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan orang lain. Mencari tempat yang tepat untuk berbagi adalah solusi yang cukup baik buat kita, contohnya teman, sahabat, pacar, atau mungkin juga saudara. Ya… usahakan tempat kita berbagi itu adalah orang yang dapat dipercaya dan kita bisa enjoy berkeluh kesah dengan dia.
Beberapa hal di atas dapat dijadikan acuan buat kita karena sebenarnya semua permasalahan itu ada solusinya.

Enggak perlu panik

Kita enggak bisa mengelak apabila itu terjadi pada keluarga kita walaupun kita tidak menginginkannya. Enggak perlu panik ataupun sampai depresi menghadapinya. Walaupun berat, kita juga musti bisa menerimanya dengan bijak. Karena siapa sih yang mau hidup di tengah keluarga yang broken home? Pasti semua anak enggak akan mau mengalaminya.

Broken home bukanlah akhir dari segalanya bagi kehidupan kita. Jalan kita masih panjang untuk menjalani hidup kita sendiri. Pergunakanlah situasi ini sebagai sarana dan media pembelajaran guna menuju kedewasaan. Ingat, kita tidak sendiri dan bukanlah orang yang gagal. Kita masih bisa berbuat banyak serta melakukan hal positif. Menjadi manusia yang lebih baik belum tentu kita dapatkan apabila ini semua tidak terjadi. Mungkin saja ini merupakan sebuah jalan baru menuju pematangan sikap dan pola berpikir kita.



KESIMPULAN



BROKEN HOME


A. Pengertian Broken Home
Istilah “broken home” biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang tua tidak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di masyarakat.
Namun, broken home dapat juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi anak-anak. Bisa saja anak jadi murung, sedih yang berkepanjangan, dan malu. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan.
Karena orangtua merupakan contoh (role model), panutan, dan teladan bagi perkembangan anak-anaknya di masa remaja, terutama pada perkembangan psikis dan emosi, anak-anak perlu pengarahan, kontrol, serta perhatian yang cukup dari orang tua. Orangtua merupakan salah satu faktor sangat penting dalam pembentukan karakter anak-anak selain faktor lingkungan, sosial, dan pergaulan.

B. Faktor-faktor Penyebab Broken Home
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan broken home adalah :
1. Terjadinya perceraian
Faktor yang menjadi penyebab perceraian adalah pertama adanya disorientasi tujuan suami istri dalam membangun mahligai rumah tangga; kedua, faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas, emosionalitas, dan kemampuan mengelola dan mengatasi berbagai masalah keluarga; ketiga, pengaruh perubahan dan norma yang berkembang di masyarakat.
2. Ketidak dewasaan sikap orang tua
Ketidakdewasaan sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap egoisme dan egosentrime. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara. Pada orang yang seperti ini orang lain tidaklah penting. Dia mementingkan dirinya sendiri dan bagaimana menarik perhatian pihak lain agar mengikutinya minimal memperhatikannya. Akibatnya orang lain sering tersinggung dan tidak mau mengikutinya. Misalnya ayah dan ibu bertengkar karena ayah tidak mau membantu mengurus anaknya yang kecil yang sedang menangis alasannya ayah akan pergi main badminton. Padahal ibu sedang sibuk di dapur. Ibu menjadi marah kepada ayah dan ayah pun membalas kemarahan tersebut, terjadilah pertengkaran hebat di depan anak-anaknya, suatu contoh yang buruk yang diberikan oleh keduanya. Egoisme orang tua akan berdampak kepada anaknya, yaitu timbulnya sifat membandel, sulit disuruh dan suka bertengkar dengan saudaranya. Adapun sikap membandel adalah aplikasi dari rasa marah terhadap orang tua yang egosentrisme. Seharusnya orang tua memberi contoh yang baik seperti suka bekerja sama, saling membantu, bersahabat dan ramah. Sifat-sifat ini adalah lawan dari egoisme atau egosentrisme.

3. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab
Tidak bertanggungjawabnya orang tua salah satunya masalah kesibukan. Kesibukan adalah satu kata yang telah melekat pada masyarakat modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada pencarian materi yaitu harta dan uang. Mengapa demikian? Karena filsafat hidup mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang. Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu kesuksesan. Di samping itu kesuksesan lain adalah jabatan tinggi.
Kesibukan orang tua dalam urusan ekonomi ini sering membuat mereka melupakan tanggungjawabnya sebagai orang tua. Dalam masalah ini, anak-anaklah yang mendapat dampak negatifnya. Yaitu anak-anak sering tidak diperhatikan baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di masyarakat. Contohnya anak menjadi pemakai narkoba, kemudian akhirnya ditangkap polisi dan orang tua baru sadar bahwa melepas tanggung jawab terhadap anak adalah sangat berbahaya.

4. Jauh dari Tuhan
Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari Tuhan. Sebab Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran dalam keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga tersebut akan lahir anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua orang tuanya. Mereka bisa menjadi orang yang berbuat buruk, yang dapat melawan orang tua bahkan pernah terjadi seorang anak yang sudah dewasa membunuh ayahnya karena ayahnya tidak mau menyerahkan surat-surat rumah dan sawah. Tujuannya agar dia dapat menguasai harta tersebut. Apalagi dia seorang penjudi dan pemabuk. Inilah hasil pendidikan yang hanya mengutamakan dunia, makan dan minum saja, pendidikan umum saja, hasilnya sangat mengecewakan orang tua, akhirnya tega membunuh ayahnya sendiri.

5. Adanya masalah ekonomi
Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal di luar makan dan minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya dapat memberi makan dan rumah petak tempat berlindung yang sewanya terjangkau. Akan tetapi yang namanya manusia sering bernafsu ingin memiliki televisi, radio dan sebagainya sebagaimana layaknya sebuah keluarga yang normal. Karena suami tidak sanggup memenuhi tuntutan isteri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan tadi, maka timbullah pertengkaran suami istri yang sering menjurus ke arah perceraian.
Berbeda dengan keluarga miskin maka keluarga kaya mengembangkan gaya hidup internasional yang serba mewah. Mobil, rumah mewah, serta segala macam barang yang baru mengikuti model dunia. Namun tidak semua suami suka hidup sangat glamour atau sebaliknya. Di sinilah awal pertentangan suami istri yaitu soal gaya hidup. Jika istri yang mengikuti gaya hidup dunia sedangkan suami ingin biasa saja, maka pertengkaran dan krisis akan terjadi. Mungkin suami berselingkuh sebagai balas dendam terhadap istrinya yang sulit diatur. Hal ini jika ketahuan akan bertambah parah krisis keluarga kaya ini dan dapat berujung pada perceraian, dan yang menderita adalah anak-anak mereka.

6. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak
Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga menyebabkan hilangnya kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak. Faktor kesibukan biasanya sering dianggap penyebab utama dari kurangnya komunikasi. Dimana ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, mereka tidak punya waktu untuk makan siang bersama, sholat berjamaah di rumah dimana ayah menjadi imam, sedang anggota keluarga menjadi jamaah. Di meja makan dan di tempat sholat berjamaah banyak hal yang bisa ditanyakan ayah atau ibu kepada anak-anaknya seperti pelajaran sekolah, teman di sekolah, kesedihan dan kesenangan yang dialami anak. Dan anak-anak akan mengungkapkan pengalaman perasaan dan pemikiran-pemikiran tentang kebaikan keluarga termasuk kritik terhadap orang tua mereka. Yang sering terjadi adalah kedua orang tua pulang hampir malam karena jalanan macet, badan capek, sampai di rumah mata sudah mengantuk dan tertidur. Tentu orang tidak mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dengan anak-anaknya.
Akibatnya anak-anak menjadi remaja yang tidak terurus secara psikologis, mereka mengambil keputusan-keputusan tertentu yang membahayakan dirinya seperti berteman dengan anak-anak nakal, merokok, meneguk alkohol, main kebut-kebutan di jalanan sehingga menyusahkan masyarakat. Dan bahaya jika anak terlibat menjadi pemakai narkoba.

7. Adanya masalah pendidikan
Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya broken home. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami lika-liku keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan bila terjadi persoalan di keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang mungkin menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama ada atau lumayan mungkin sekali kelemahan dibidang pendidikan akan di atasi. Artinya suami istri akan dapat mengekang nafsu masing-masing sehingga pertengkaran dapat dihindari.

KESIMPULAN
Istilah “broken home” biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang tua tidak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di masyarakat.
Faktor-faktor yang menyebabkan broken home :
1. Terjadinya perceraian
2. Ketidak dewasaan sikap orang tua
3. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab
4. Jauh dari Tuhan
5. Adanya masalah ekonomi
6. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak
7. Adanya masalah pendidikan



BROKEN HOME

Broken home dapat diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi anak-anak. Bisa saja anak jadi murung, sedih yang berkepanjangan, dan malu. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan.
Karena orangtua merupakan contoh (role model), panutan, dan teladan bagi perkembangan anak-anaknya di masa remaja, terutama pada perkembangan psikis dan emosi, anak-anak perlu pengarahan, kontrol, serta perhatian yang cukup dari orang tua. Orangtua merupakan salah satu faktor sangat penting dalam pembentukan karakter anak-anak selain faktor lingkungan, sosial, dan pergaulan.
Menurut versi lain ada yang mengatakan bahwa Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka Cuma ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi. 


Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki – laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman – teman nya yang secara tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak. Maka dari itu mereka berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Tetapi sayang, sebagian dari mereka melakukan cara yang salah misalnya : mencari perhatian guru dengan bertindak brutal di dalam kelas, bertindak aneh agar mendapat perhatian orang lain, dll.
Kalau sudah brutal otomatis bisa salah pergaulan. Lalu mereka mulai melirik yang namanya Rokok. Awalnya hanya sekali hisap, lama – lama jadi berkali-kali. Kemudian setelah merokok, mereka mulai mencoba yang namanya NARKOBA, MIRAS dll.
Kalau sudah seperti itu, siapa yang patut disalahkan ? Orang tua tidak dapat disalahkan sepenuhnya tapi anak juga tidak dapat disalahkan 100%. Kesalahan orang tua adalah mereka terlalu sibuk dengan masalah mereka hingga mereka lupa bahwa mereka memiliki anak yang wajib diperhatikan. Lalu kadang mereka juga menganggap bahwa anak tidak perlu tahu masalah mereka. Padahal setidaknya mereka harus menjelaskan tentang masalah mereka ke anak agar tidak terjadi kesalahpahaman. Lalu untuk si Anak, mari kita berpikir yang logis dan tidak nyleneh.

ö    Faktor-faktor Penyebab Broken Home

1. Terjadinya perceraian
Adanya disorientasi tujuan suami istri dalam membangun mahligai rumah tangga, faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas, emosionalitas, dan kemampuan mengelola dan mengatasi berbagai masalah keluarga dan pengaruh perubahan dan norma yang berkembang di masyarakat.

2. Ketidak dewasaan sikap orang tua
Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara. Egoisme orang tua akan berdampak kepada anaknya, yaitu timbulnya sifat membandel, sulit disuruh dan suka bertengkar dengan saudaranya.
3. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab
Kesibukannya terfokus pada pencarian materi yaitu harta dan uang. Mengapa demikian ? Karena filsafat hidup mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang. Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu kesuksesan. Di samping itu kesuksesan lain adalah jabatan tinggi.

4. Jauh dari Tuhan                    
Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari Tuhan. Sebab Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran dalam keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga tersebut akan lahir anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua orang tuanya.

5. Adanya masalah ekonomi
Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal di luar makan dan minum. Karena suami tidak sanggup memenuhi tuntutan isteri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan maka timbullah pertengkaran ke arah perceraian.

6. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak
Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga menyebabkan hilangnya kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak. Faktor kesibukan biasanya sering dianggap penyebab utama dari kurangnya komunikasi. Dimana ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, mereka tidak punya waktu untuk makan siang bersama, sholat berjamaah di rumah dimana ayah menjadi imam, sedang anggota keluarga menjadi jamaah.

7. Adanya masalah pendidikan
Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya broken home. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami lika-liku keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan bila terjadi persoalan di keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang mungkin menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama ada atau lumayan mungkin sekali kelemahan dibidang pendidikan akan di atasi. Artinya suami istri akan dapat mengekang nafsu masing-masing sehingga pertengkaran dapat dihindari.

ö    kejiwaan pada seorang Broken Home di mata Sosial

1.  Broken Heart : si pemuda merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si pemuda tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat keanehan sexual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi simpanan irang, tertarik dengan isteri orang, atau suami orang dan lainnya

2.  Broken Relation : si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung “semau gue”.

3.  Broken Values : si pemuda kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. Baginya dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang ”menyenangkan” dan yang ”tidak menyenangkan”, pokoknya apa saja yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya lakukan.



broken-home
Disuatu ketika terlihat sebuah keluarga sedang bersenda gurau. Ada ayah, ibu, dan anak-anak. Mereka tampak bahagia. Dunia ini bagaikan surga, hidup berkecukupan. Apa pun yang di inginkan bisa di dapatkan. Seolah-olah tak ingin rasanya meninggalkan dunia ini.
Namun, kebahagiaan itu tercoreng. Pelan-pelan rumah yang dulunya harmonis dan penuh canda tawa berubah menjadi suram dan penuh dengan kebencian. Anak yang pertama pergi meninggalkan rumah untuk urusan sekolah, dan tak ingin kembali dikarenakan rumah tidak nyaman. Anak yang ke dua terpaksa harus tinggal dan menghadapi berbagai masalah rumah tangga.
Dengan tegar si adik menjalani kehidupan bersama kedua orang tuanya yang tidak lagi harmonis. Kedua orang tua tersebut selalu saja bertengkar dengan alasan yang sepele. Masalah kecil dijadikan besar, masalah besar semakin menjadi. Ini menjadikan se adik menjadi anak yang pemberontak dan tidak percaya lagi dengan orang tuanya. Sehari-hari hanya bermain di luar rumah dan pulang sudah larut malam. Keadaan ini semakin parah, hingga akhirnya sang ayah pergi meninggalkan rumah dan tak ingin kembali walaupun untuk mengurus surat cerai. Kedua anak tersebut mendapat gelar anak broken home
Berat memang mendapat gelar seperti itu, kebanyakan anak-anak yang mendapat masalah rumah tangga akan mengalami gangguan mental dan jiwa. Tekanan demi tekanan akan dirasakan oleh sang anak. Mulai dari teman sekolah, tetangga, bahkan mungkin pacar. Terkadang seseorang sulit menerima orang lain yang dari keluarga broken home. Apa yang akan dikatakn jika ada yang bertanya, kemana ayah mu? Hal ini akan mengantarkan si anak menuju kebahagiaan maya. Pernah ada cerita dari seorang teman yang broken home, demi menghilangkan rasa suntuk dan strez yang dialaminya dia mengunjungi sebuah diskotik dan memakai narkoba. Ada juga yang bilang rokok bisa dijadikan teman yang paling mengerti, menurut saya ini benar. Bahkan yang lebih parah lagi, ada seorang teman yang rela menjual diri dengan alibi mencari kesenangan dan kasih sayang. Itu semua bulshit. Itu hanya akan membuat keterpurukan-keterpurukan yang lebih dalam lagi dan akan menyebabkan luka yang semakin mendalam bagi anak-anak broken home.
Masalah seberat apa pun harus dihadapi. Dengan mencari pelampiasan kepada kesenangan maya hanya akan membuat diri kita semakin hina. Baik dimata manusia terlebih-lebih dimata Allah. Buatlah dirimu sibuk dengan berbagai aktifitas, sehingga dirimu tidak tertekan dengan masalah yang terjadi dan pelan-pelan akan melupakannya. Memang sulit menghadapi semua itu, tapi yakinlah bahwa kita bisa melewatinya. Tuhan tahu apa yang terbaik untuk kita. Jangan mudah menyerah, semakin banyak cobaan yang diberikan Tuhan, menandakan Tuhan sayang padamu. Teruslah berfikir dan pecahkan masalah, maka itu akan membuatmu semakin cerdas. Percayalah.

No comments:

Post a Comment