"SELAMAT DATANG DI WANDI KOMPUTER" Menerima Pengetikan, Pengolahan Data Skripsi (Perhitungan Manual dan SPSS), Bimbingan Skripsi, Service Komputer dan Kursus Komputer. Statistik, Olah Data SPSS, Kumpulan Judul Skripsi Bimbingan dan Konseling Dll.

web stats

Wednesday 10 December 2014

Pengembangan Desain Konseling



PENGEMBANGAN DESAIN KONSELING DENGAN MENGGUNAKAN MACAM-MACAM TEKNIK KONSELING

A.    Pengertian Konseling
Konseling sebagai terjemahan dari “Counseling” merupakan bagian dari bimbingan baik sebagai layanan maupun sebagai teknik layanan. Layanan konseling adalah jantung hati layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart of guidance) (Sukardi, 2000:21). Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara konselor dengan klien, agar ia dapat memahami diri, dalam rangka mengatasi masalah-masalah hidupnya untuk mencapai perubahan sikap dan tingkah laku.
 “Konseling merupakan pertemuan antara dua orang pribadi yang  hasilnya tidak ditentukan sebelumnya, yaitu pertemuan berhadapan muka antara konselor dengan konseli yang  bebas dari penilaian. Dalam pertemuan ini konseli dapat memusatkan seluruh perhatiannya pada persoalan yang  sedang dihadapinya. Berkat bantuan dari konselor, konseli makin lama makin luas pengertiannya tentang  masalahnya dan semakin sadar pula akan kemampuannya sendiri untuk menyelesaikan persoalannya.” (W.S. Winkel 2004 : 21).
Praktik konseling adalah pekerjaan profesional. Karena itu bagi konselor dituntut pemahaman secara menyeluruh tentang tujuan, struktur dan proses konseling. Terutama yang harus dikuasai oleh konselor  adalah:
1.      Hubungan konseling.
2.      Respon  konselor terhadap perilaku verbal dan non verbal klien cukup terbuka dan jujur.
3.      Kemampuan  melibatkan klien dalam pembicaraan yang mana klien cukup terbuka dan jujur
4.      Kemampuan membuka awal konseling yang dapat mengungkap permasalahan atau isu pokok dari klien
5.      Meningkatkan proses konseling sehingga tercapai tujuan.

B.     Proses Konseling
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).
  1. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
a.       Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport).
Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
b.      Memperjelas dan mendefinisikan masalah.
Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
c.       Membuat penaksiran dan perjajagan
Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
d.      Menegosiasikan kontrak
Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi :
1)      Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan.
2)      Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien.
3)      Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.
2.      Tahap Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik,  proses konseling  selanjutnya  adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja. Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
a.       Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam.
Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya. Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali  permasalahan yang dihadapi klien.
b.      Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika :
1)      Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
2)      Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat  menunjukkan pribadi yang  jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
c.       Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.
Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.
3.      Tahap Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
a.       Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling
b.      Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari  proses konseling sebelumnya.
c.       Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
d.      Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ;
a.       Menurunnya kecemasan klien
b.      Perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis.
c.       Pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya.
d.      Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.

C.    Pengembangan Desain Konseling dengan Teknik Konseling
1.      Teknik Umum
Teknik umum konseling merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling  dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya :
a.       Perilaku Attending; perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :
1)      Meningkatkan harga diri klien.
2)      Menciptakan suasana yang aman
3)      Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
b.      Empati; empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati  dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati. Terdapat dua macam empati, yaitu :
1)      Empati primer,   yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan  agar klien dapat terlibat dan terbuka.
2)      Empati tingkat tinggi, yaitu  empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya.
c.       Refleksi; refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya.Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu:
1)      Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
2)      Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
3)      Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
d.      Eksplorasi; eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. 
Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :
1)      Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali  perasaan klien yang tersimpan.
2)      Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien.
3)      Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien.
e.       Menangkap Pesan (Paraphrasing); menangkap pesan (paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali  esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor.
Tujuan  paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; (2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3) memberi arah wawancara konseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
f.       Pertanyaan Terbuka (Opened Question); pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
g.      Pertanyaan Tertutup (Closed Question); dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka,  dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup,  yang   harus dijawab dengan kata Ya  atau Tidak  atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3)  menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
h.      Dorongan minimal (Minimal Encouragement); dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
i.        Interpretasi; yaitu teknik  untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
j.        Mengarahkan  (Directing); yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu..
k.      Menyimpulkan Sementara (Summarizing); yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk : (1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2)  menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.
l.        Memimpin (leading); yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalam wawancara konseling sehingga tujuan konseling .
m.    Fokus; yaitu teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Pada umumnya dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapkan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor seyogyanya dapat membantu klien agar dia dapat menentukan apa yang fokus  masalah.
n.      Konfrontasi ; yaitu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi antara perkataan dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah :  (1) mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur; (2) meningkatkan potensi klien; (3) membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam dirinya.
Penggunaan teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan : (1) memberi komentar  khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan waktu yang tepat;(2) tidak menilai apalagi menyalahkan; (3) dilakukan dengan perilaku attending dan empati.
o.      Menjernihkan (Clarifying); yaitu teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas dan agak meragukan. Tujuannya adalah : (1) mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis, (2) agar klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya.
p.      Memudahkan (facilitating); yaitu teknik untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara  dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas
q.      Diam; teknik diam dilakukan  dengan cara attending, paling lama 5 – 10 detik, komunikasi yang terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah (1) menanti klien sedang berfikir; (2) sevagai protes  jika klien ngomong berbelit-belit; (3) menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien babas bicara.
r.        Mengambil Inisiatif; teknik ini dilakukan manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang parisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Teknik ini bertujuan : (1) mengambil inisiatif jika klien kurang semangat; (2)  jika klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan; (3) jika klien kehilangan arah pembicaraan.
s.       Memberi Nasehat; pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemandirian klien harus tetap tercapai.
t.        Pemberian informasi; sama halnya dengan nasehat, jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa dia mengetahui hal itu. Kalau pun konselor mengetahuinya,  sebaiknya tetap diupayakan agar klien mengusahakannya.
u.      Merencanakan; teknik ini digunakan menjelang akhir sesi konseling untuk membantu agar klien dapat membuat rencana tindakan (action), perbuatan yang produktif untuk kemajuan klien.
v.      Menyimpulkan; teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut : (1) bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama mengenai kecemasan; (2) memantapkan rencana klien; (3) pemahaman baru klien; dan (4) pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya, jika dipandang masih perlu dilakukan konseling lanjutan.
2.      Teknik-Teknik Khusus
Dalam konseling, di samping menggunakan teknik-teknik umum, dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus ini dikembangkan dari berbagai pendekatan konseling, seperti pendekatan Behaviorisme, Rational Emotive Theraphy, Gestalt dan sebagainya
Di bawah disampaikan beberapa teknik – teknik  khusus konseling,  yaitu :
a.       Latihan Asertif; teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
b.      Desensitisasi Sistematis; desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakekatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
c.       Pengkondisian Aversi; teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
d.      Pembentukan Perilaku Model; teknik ini dapat digunakan untuk membentuk Perilaku baru pada klien, dan memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat  berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
e.       Permainan Dialog; teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :
1)      Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak.
2)      Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh.
3)      Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”.
4)      Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung.
5)      Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
f.       Latihan Saya Bertanggung Jawab; merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
g.      Bermain Proyeksi;
Proyeksi :
v  Memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya
v  Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain.
Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
h.      Teknik Pembalikan; gejala-gejala dan perilaku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.
i.        Bertahan dengan Perasaan; teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
j.        Home work assigments;  teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan  ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
k.      Adaptive; teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
l.        Bermain peran; teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
m.    Imitasi; teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.

D.    Kesimpulan
Dari beberapa jenis teknik konseling, untuk layanan konseling perorangan perlu mendapat perhatian lebih. Layanan yang satu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan bimbingan dan konseling. Dalam prakteknya,  memang  strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebih dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih diperlukan. Oleh karena itu, guru maupun konselor seyogyanya dapat menguasai proses dan berbagai teknik konseling, sehingga bantuan yang diberikan  kepada peserta didik dalam rangka pengentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan efisien. Dalam memberikan analisis terhadap proses konseling, akan dikemukakan deskripsi tertulis wawancara konseling sebagai hasil rekaman suara, dan catatan yang dibuat para calon konselor. Disamping menganalisis struktur konseling yaitu kemampuan melakukan proses konseling secara sistematis dalam tahap-tahapan awal, pertengahan, akhir, yang dilakukan calon konselor dalam bentuk wawancara dengan klien, tekanan analisis juga dilakukan  pada respon calon konselor dengan menggunakan teknik-teknik konseling yang telah disebutkan diatas.

DAFTAR PUSTAKA


Akhmad Sudrajat. 1986. Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri  Siswa oleh Orang Tua dengan Prilaku Sosial Siswa di Sekolah (Skripsi). Bandung : PPB-FIP IKIP Bandung.

Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius

Chaplin, J.P. (terj. Kartini Kartono).2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada.

Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti

H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Phsychology. New Yuork : McGraw-Hill Book Company

Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB - IKIP Bandung

Sunaryo Kartadinata.2003. Inventori  Tugas Perkembangan. Bandung : Lab. PPB-UPI Bandung

Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung :  PT Rosda Karya Remaja.

W.S. Winkel 1982. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah. Jakarta : Gramedia

No comments:

Post a Comment